REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO -- Jalal Baig, seorang dokter yang juga penulis di Chicago mempunyai cerita sendiri bagaimana diacuhkan pasien karena ia adalah Muslim.
Cerita ini bermula ketika Baig sedang dinas di rumah sakit. Ia memeriksa dada seorang pasien wanita dengan stetoskop.
Pada saat yang sama, mata wanita itu terfokus melihat layar televisi program Fox News menayangkan insiden bom di stasiun kereta di Brussels. "Saya hanya berharap pelaku bukanlah Muslim," ujarnya seperti dikutip Washington Post.
Suara pasien meninggi. Ia tampak kacauh dan sedih melihat korban jiwa yang berjatuhan. "Orang-orang asing ini hanya datang untuk membunuh dan mengacaukan," ujar wanita tersebut.
Menurutnya, pendapat Trump benar, Amerika harus melarang Muslim masuk ke negara ini. Ia lantas meluapkan kegelisahannya tersebut kepada sang dokter. "Saya mohon maaf, namun orang-orang Anda membuat saya tak nyaman."
Wanita itu lantas pergi dan menolak untuk diperiksa. Baig terperanjat di samping tempat tidur. Bertanya-tanya bagaimana nilai keamanusian dan pelatihan medis yang ia terima dinegasikan begitu saja oleh sikap kebencian. Xenophobia pun kini telah menyusup ke hubungan antara dokter-pasien.
Ia paham ancaman kebencian yang kerap dilontarkan oleh Donald Trump. Namun ia tak mengira jika sikap kebencian itu justru kena kepadanya yang merupakan dokter kelahiran AS.
Sebuah studi yang dilakukan AJOB Empirical Bioethics of Muslim Doctor menyebut 1 dari 10 dokter ditolak pasien hanya karena Muslim. "Saya tak sendiri mengalami hal ini," ujarnya.
Baca juga, Trump Minta Tutup Akses Masuk Muslim ke AS.