Rabu 13 Jul 2016 04:46 WIB

Bolehkah Lafalkan Sayyidina Saat Bershalawat?

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Pemain Rebana mengiringi bacaan shalawat saat Maulid Nabi SAW di Masjid Baitul Latief, Jakarta, Selasa (20/1).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pemain Rebana mengiringi bacaan shalawat saat Maulid Nabi SAW di Masjid Baitul Latief, Jakarta, Selasa (20/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada sejumlah persoalan yang dibahas oleh Imam Isma'il bin Ishaq dalam kitabnya yang berjudul Fadl As-Shalat Ala An-Nabi, di antaranya adalah persoalan penggunaan kata sayyidina dalam lafal shalawat. 

 

Kata sayyidina, yang berarti tuanku, sering disertakan sebagian umat Islam tatkala melafalkan shalawat kepada nabi. Kata tersebut dimaksudkan sebagai bentuk penghormatan dan kecintaan terhadap Rasulullah. Lantas timbul pertanyaan bagaimana hukum mencantumkan kata tersebut di setiap shalawat yang kita ucapkan?

Para ulama berbeda pendapat. Namun, Ismail bin Ishaq mengutip pendapat dan fatwa Ibnu Hajar. Yaitu, kata sayyidina hendaknya tidak perlu diucapkan setiap menyampaikan shalawat kepada Rasulullah, baik di luar aktivitas shalat maupun saat melafalkan tasyahud sewaktu shalat.

Fatwa itu, ditambahkan Ibnu Hajar, sangat penting agar ungkapan shalawat yang disampaikan tidak tercampuri dengan unsur bid'ah. Menurut Ibnu Hajar, umat Islam sebaiknya bershalawat seperti yang pernah diajarkan Rasulullah dan para sahabatnya.

Sebab, salah satu hadis yang terdapat dalam Sunan Ibnu Majah dan dijadikan sebagai rujukan bershalawat derajatnya lemah. 

Hadis yang dimaksudkan yaitu hadis riwayat dari Abdullah bin Masud RA, ia berkata, "Jika kalian bershalawat atas Nabi, perbaguslah shalawat kalian karena sesungguhnya kalian tidak mengerti barangkali shalawat tersebut akan disampaikan kepadanya."

Para sahabat berkata, "Ajari kami. Dia (Abdullah bin Masud) berkata, Katakanlah, 'Ya Allah jadikanlah shalawat, berkah, dan rahmat-Mu atas tuan umat Islam dan imam orang-orang yang bertakwa."

Kemudian, Ismail Ibnu Ishaq menulis dalam karyanya ini, tempat yang dianjurkan untuk meningkatkan bacaan shalawat adalah tatkala beriktikaf di masjid. Shalawat di dalam masjid memiliki nilai lebih jika dibandingkan dengan bershalawat di tempat lainnya.

Karena itu, hendaknya seorang Muslim tidak melewatkan menguntaikan shalawat kepada Rasullullah selama berada di Rumah Allah. Kali ini, sang penulis tidak menyertakan riwayat hadis, tetapi atsar yang dinukil dari Ali bin Abi Thalib. Ungkapan Ali berbunyi, "Apabila kalian berdiam diri di masjid, bershalawatlah kepada Nabi."

Namun, hari yang ditekankan memperbanyak membaca shalawat adalah hari Jumat. Rasulullah menyebutkan beberapa hikmah di balik anjuran menggiatkan bershalawat pada Jumat. Hikmah yang pertama, Jumat adalah hari tatkala malaikat diperintahkan secara khusus untuk mendengarkan shalawat dari anak Adam.

Diriwayatkan dari Yazid ar-Raqasyi, dia berkata, "Sesungguhnya malaikat didelegasikan pada hari Jumat, barang siapa yang bershalawat atas Nabi Muhammad pada Jumat, dia akan menyampaikannya kepadanya sembari mengatakan, 'Si Fulan menyampaikan shalawat atasmu Rasulullah'. Rasulullah menjamin siapa pun yang bershalawat pada Jumat, dipastikan akan sampai kepadanya." 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement