Jumat 08 Jul 2016 00:33 WIB

Shalat Tasbih di Amsterdam

Sudut Kota Amsterdam
Sudut Kota Amsterdam

Oleh: 

Oleh: Khumaini Rosadi, TIDIM NU

 

REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM -- Semalam suntuk tadi, malam keduapuluh tujuh Ramadhan, kami meramaikan masjid dengan sholat tasbih. Syahdu sekali. Tempat yang kami gunakan adalah gedung pusat kebudayaan Indonesia di Amsterdam. Sebuah gedung kebanggaan, Persatuan Pemuda Muslim Eropa Al-Ikhlash Amsterdam, yang biasa disebut PPME AIA.

Saya memimpin shqlat tabih dengan lagu-lagu bernada sedih agar jamaah lebih khusuk menikmati sholat sunah ini. Rakaat pertama dan kedua dengan nada syekh Al-Ghomidi. Rakaat ketiga dan keempat dengan nada syekh Mahir Al-Muaqliy. Walaupun sebenarnya nada favorit saya – yang biasa saya lantunkan adalah syekh Ali Al-Khudzaifi. Terdengar suara isak tangis jamaah ketika sholat, membuat nada bacaan pun menjadi semakin sedih dan syahdu.

Semangat para jamaah Muslim Indonesia di Amsterdam, mengikuti sholat tasbih - dalam menanti malam yang penuh keberkahan begitu besar. Jamaah pun beraneka ragam, baik dari kalangan Bapak-bapaknya, Ibu-ibunya, Remaja-remajanya, dan Anak-anaknya. Kurang lebih jumlah jamaah yang hadir di masjid Al-Ikhlash ini seratus dua puluh orang. Dari jauh-jauh mereka berdatangan dan beritikaf di dalam masjid. Sambil membaca Al-Quran, berdzikir, mendengarkan ceramah taraweh, dan bersedekah makanan ala Indonesia.

Sebelum saya berangkat tugas di Amsterdam ini, sempat saya menduga, Wah... nanti paling-paling nanti saya setiap hari makan roti terus nih. Karena yang saya tahu, di Jakarta maupun di Bontang, makanan khas Belanda yang terkenal adalah roti. Ternyata dugaan saya salah besar. Saya bisa makan “All Eat” apa saja. Makanan ala Indonesia yang beraneka ragam.

Sate malas. Saya baru tahu ternyata makanan ini adalah daging ayam yang dipotong kecil ditaburi bumbu sate. Mungkin karena tidak ditusuki dengan lidi, akhirnya disebut sate malas. Malas menusuki dagingnya. Hehe. Ketoprak juga enak. Karena setiap warung makan Indonesia di sekitar Amsterdam selalu memberikan sumbangan makanan. Apalagi setiap saya menyinggung sambil bercanda tentang menu makanan dalam ceramah-ceramah taraweh, pasti besoknya disediakan. Bulat-bulat seperti Bakso.., contohnya ketika saya berceramah taraweh, besoknya langsung ada. Kapal selam seperti pempek.., begitu celetukan saya sambil bercanda, ternyata besoknya juga langsung tersedia.

Ah, apapun makanannya, pasti enak-enak semua. Spesial lagi buat saya, “buat ustadz yang paling jumbo dan paling duluan” ungkap Jamaah PPME AIA yang diatur oleh Ibu Meutia Opang Kamal. Dan yang paling terpenting dari semeriahnya makanan ala Indonesia adalah semangat bersedekah dan kebersamaannya. Kebersamaan inilah yang paling berharga. Kebersamaan inilah yang paling mahal.

Sepertinya, doa munajat malam tadi terkabul. Malam tadi adalah malam “Lailatul Qodar”. Karena ciri-cirinya dan keadaan di Amsterdam pagi ini sangat sejuk. Menurut informasi terkini dari pemberitahuan facebook yang terlihat dilayar smartphone, “selamat pagi, Khumaini. Awan nampak bersih hari ini di Badhoevedorp. Nikmatilah cahaya mentari!”. Semoga ini benar-benar tanda malam tadi betul-betul malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Berarti, sholat tasbih yang kami lakukan tadi adalah sholat tasbih yang setara dengan delapan puluh tiga tahun empat bulan. Subhanallah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement