REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Belakangan dunia sedang menghadapi krisis rasa damai dan keamanan. Hal ini dialami oleh negara-negara barat atau timur. Aksi terorisme yang mencatut nama agama membuat masyarakat dunia mempertanyakan makna perdamaian dalam Islam.
Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas, saat menyampaikan khutbah Shalat Id di Lapangan Masjid Al Azhar Jakarta, menyampaikan justru sikap kekerasan untuk mengambil hak orang lain yang mengatasnamakan agama tidak terdapat dalam ajaran Islam.
"Stigma teroris selalu dialamatkan kepada Islam. Sekalipun umat Islam di mana-mana sudah mengutuk teror yang biasanya, keterlibatan umat Islam tidak bisa dibuktikan dengan jelas. Tetap saja. Apalagi Eropa sedang resah dengan adanya pengungsi dari timur tengah. Krisis perang saudara di Irak, Yaman, Mesir, dan Suriah," ujar Yunahar, Rabu (6/7).
Krisis rasa damai yang masyarakat alami, lanjut Yunahar, bisa terlihat dari semakin ketatnya pengamanan di berbagai tempat. Di bandara misalnya, pemeriksaan penumpang semakin ketat dan cenderung ribet. Belum lagi, beberapa negara memberlakukan pemeriksaan khusus bagi calon penumpang yang memiliki nama atau karakter fisik tertentu yang identik dengan stigma terorisme.
"Alhasil kita rasakan telah kehilangan rasa aman damai. Padahal Islam adalah agama yang paling di depan ajarkan perdamaian," ujarnya.
Arti kata damai sendiri, ia nilai sangat lekat dengan ajaran Islam. Dalam bahasa Arab, damai disebut As-Salam yang memiliki akar kata sama dengan Islam. Arti penamaan Islam, menurutnya, merujuk pada usaha upaya untuk mencari kedamaian. Sehingga dari segi nama saja, Islam sangat jauh dari aksi teror yang terjadi belakangan.
"Untuk menjaga kedamaian harus ditegakkan dengan aturan hukum yang mengikat lengkap dengan sanksi-sanksi. Tidak cukup dengan norma. Harus ada sanksi yang mengikat. Dalam perspektif ini lah Islam melihat hukuman bagi orang yang mempermainkan agama. Islam tidak membenarkan tindakan anarkis," kata Yunahar.
Ia menjelaskan, penumpasan paham terorisme harus diupayakan melalui keterikatan hukum. Hanya saja, penanganannya harus sesuai hukum pula. Negara tak bisa dengan sembarang menindak aksi terorisme dengan balasan aksi teror yang serupa dari aparat penegak hukum. Pelaku teror harus diadili sesuai aturan yang ada.
"Tindakan sebagian masyarakat yang mengatasnamakan agama untuk merusak tempat-tempat maksiat atau yang lain tidak dibenarkan. Karena kesalahan pihak lain tidak akan membenarkan kesalahan yang kita lakukan," katanya.