Senin 04 Jul 2016 00:10 WIB

Kalangan Muda Muhammadiyah Diharap Kembangkan Dakwah Kultural

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Hazliansyah
Logo Muhammadiyah.
Foto: Antara
Logo Muhammadiyah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalangan muda Muhammadiyah diharapkan dapat mengembangkan dakwah kultural sehingga bisa lebih dekat dengan masyarakat.

Cendekiawan Prof Abdul Munir Mulkhan mengatakan, perlu menjadi perhatian bahwa Muhammadiyah tidak bekerja untuk dirinya sendiri, tapi bekerja untuk publik. Menurut dia, saat ini secara kultural umat Islam Indonesia adalah pengikut Muhammadiyah.

Hal itu dicirikan dengan pemikiran yang modern dan berkemajuan. Semisal tak ada lagi yang menolak sekolah dan tak ada lagi yang dengan gencar mengkritik shalat id di lapangan.

Karena bekerja untuk publik, maka Muhammadiyah dinilai sebagai organisasi yang mengabdi pada kemanusiaan. Hal itu juga menurut Munir selaras dengan asas Pembina Kesejahteraan Umat (PKU) sebagai salah satu pondasi amal usaha Muhammadiyah, bahwa Muhammadiyah dalam melaksanakan proses pendidikan dan pelayanan kesehatan, tidak pernah memaksakan seseorang untuk menjadi kadernya.

“Bukan agar yang tidak Muslim menjadi Islam, sama sekali bukan. Agar yang Muslim jadi Muhamamdiyah, juga bukan. Muhammadiyah melakukan semua itu semata-mata demi manusia. Ini bukan pernyataan saya. Tapi itu tertulis jelas dalam PKU,” ujar Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta tersebut, baru-baru ini.

Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syamsul Hidayat mengatakan di tengah dinamisasi dan progresivitas gerakan Muhammadiyah, keragaman pemikiran adalah hal yang tak terelakkan. Namun di dalam menyikapi keragaman di lingkup internalnya, Muhamamdiyah berbeda sekali dengan gerakan purifikasi (pemurnian) lainnya.

"Kalau gerakan purifikasi yang lain, sedikit berbeda pendapat saja langsung pecah," ujarnya.

Lain hal dengan Muhammadiyah yang menurut Syamsul melihat perbedaan di Internalnya sebagai sebuah kekayaan.

"Untuk menghadapinya, kita harus penuh kesabaran memang. Tapi kalau disebut di dalam Muhammadiyah ada yang mengharamkan filsafat, itu hanya sebagian kecil saja. Tidak banyak," kata Ketua Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir Universitas Muhammadiyah Surakarta ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement