Jumat 01 Jul 2016 01:56 WIB

Pengusaha Wajib Cantumkan Label Halal Setelah Lolos Sertifikasi

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Karta Raharja Ucu
Produk dengan label halal terpajang di salah satu supermarket di Jakarta, Selasa (23/9). (Republika/Prayogi).
Foto: Republika/Prayogi
Produk dengan label halal terpajang di salah satu supermarket di Jakarta, Selasa (23/9). (Republika/Prayogi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia merupakan negara dengan mayoritas Muslim. Fakta ini membuat kebutuhan akan produk halal meningkat, tak hanya dari sisi makanan dan minuman, tapi juga obat-obatan dan kosmetik.

Mengingat besarnya pangsa pasar halal tersebut, para pelaku usaha diharapkan mau melakukan sertifikasi halal terhadap produk yang dibuatnya. Namun saat sertifikasi sudah dilakukan, bukan berarti kewajiban produsen terkait kehalalan produk berhenti sampai di situ.

"Setelah mendapatkan sertifikasi, pelaku halal wajib mencantumkan label halal pada produk yang telah memperoleh sertifikai halal dalam posisi yang mudah dibaca," ujar Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah kepada Republika.co.id, baru-baru ini.

Pelaku usaha pun harus mempertahankan kondisi kehalalan produk, serta memisahkan lokasi, tempat, dan peralatan dengan hal-hal yang haram. "Pelaku usaha juga wajib memperbaharui sertifikat halal yang sudah tidak berlaku secara berkala empat tahun sekali," kata dia.

Apabila ada perubahan komposisi bahan di dalam produk, pelaku usaha harus melaporkannya ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH). "Pelaku usaha yang memproduksi produk dari bahan yang tidak halal wajib mencantumkan label haram (tidak halal)," kata Ikhsan.

Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Jalal (JPH), yang dimaksud dengan bahan dan proses produksi halal yaitu bahan yang digunakan mencakup bahan mentah, bahan olahan, dan bahan-bahan tambahan. Bahan-bahan tersebut bersumber dari hewan, tanaman, mikroba, bahan olahan kimia, biologis atau rekayasa genetik.

Lokasi dan peralatan antara yang Jalal dan non-halal harus dipisahkan, misalnya meliputi penyembelihan, proses, penyimpanan, pengemasan, distribusi, penjualan, dan penyajian. Lokasi, tempat, dan alat proses produksi wajib dijaga kebersihannya dan higienitasnya, bebas dari najis, dan bebas dari bahan tidak halal.

Ikhsan berharap pelaku usaha memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur kepada konsumen. Sebaiknya, kata dia, pelaku usaha mempunyai pengawas untuk produk halal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement