REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama saat ini sedang menyusun draft peraturan pelaksana Undang-Undang Jaminan Produk Halal (JPH). Adapun hal-hal yang masih menjadi perdebatan saat ini yakni berkaitan dengan obat dan kosmetik.
Di aturan JPH, produk halal tidak hanya makanan dan minuman, tetapi juga termasuk obat dan kosmetik. Kasubdit Produk Halal Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama RI, Siti Aminah, mengatakan saat ini dari segi bisnis, (produk halal) Indonesia tertinggal dari negara lain, terutama ASEAN.
"Untuk produk makanan, kita (Indonesia) hanya sebagai konsumen bukan produsen," ujarnya dalam sebuah diskusi publik di Jakarta, Selasa (28/6). Begitu juga untuk produk halal lainnya seperti kosmetik, obat, dan produk keuangan.
Padahal, kata Siti, jumlah penduduk Indonesia mayoritas beragama Muslim. Penduduk Muslim di Indonesia adalah yang terbesar di dunia. Artinya, pangsa pasar halal di Indonesia sangat besar.
Penyusunan regulasi halal menjadi amanat dari UUD 1945. Di dalamnya disebutkan bahwa hal yang berkaitan dengan agama menjadi domain pemerintah. Siti mengatakan UU JPH memberikan jaminan akan pentingnya halal. Pemerintah ingin menjamin produk yang beredar di Indonesia jelas kehalalan atau ketidakhalalannya.
Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Sumunar Jati berharap peraturan pelaksana UU JPH segera terbentuk dengan baik. "Penduduk Muslim di Indonesia besar, harus terlindungi oleh negara dalam konsumsi produk-produknya," ujarnya.