REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerbang pertama pengetahuan umat dan anak muda sekarang adalah lewat internet atau lebih dikenal sebagai dunia maya. Kreativitas dan ajaran agama yang disebarkan melalui internet bisa jadi penyeimbang ajaran radikal yang membanjir melalui internet.
“Agamawan dalam hal ini ustad dan dai, dituntut memahami persoalan lebih dalam sehingga ketika umat termasuk kaum muda bertanya dengan asumsi mereka sudah tahu via internet, mereka hanya membutuhkan konfirmasi atau pendalaman saja. Jika agamawan tidak menguasai masalah dengan baik, maka umat akan lari ke internet dan mereka akan mendapatkan pengajaran yang mungkin saja radikal dan keliru,” kata staf pengajar ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Dr Iswandi Syahputra, kepada media, Selasa (21/6).
Menurutnya, fenomena seperti inilah yang terjadi untuk kasus Omar Matten yang merupakan pelaku penembakan massal yang menewaskan sekitar 50 orang di Orlando, Amerika Serikat sekitar dua pekan lalu.
"Omar adalah orang yang haus pada ilmu agama, tidak mendapat pendalaman dari para agamawan di sekitarnya, kemudian sampailah dia pada situs-situs yang memicu radikalisme. Dia masuk, larut, dan membuat dia ingin membunuh orang yang menurutnya tidak sesuai ajaran agama yang dia temukan di internet,”kata Iswandi.
Kondisi ini menurut Iswandi, sebenarnya membuat para agamawan harus beradaptasi dengan teknologi untuk mengimbangi ajaran-ajaran radikal tersebut. “Dia harus punya situs website , punya twitter dan facebook. Sehingga umat termasuk anak muda dapat dengan gampang menemukan ajaran-ajaran yang benar,” katanya.
Dia mencontohkan AA Gym, Yusuf Mansyur, Gus Mus, Gus Solah dan Arifin Ilham sebagai agamawan akrab dengan internet. Hal seperti ini untuk mengimbangi situs-situs agama yang radikal yang dikelola oleh admin yang pengetahuan agamanya dangkal.
Sementara itu, artis penyanyi rap dan pelawak stand up comedy Panji Pragilaksono mengatakan bahwa teknologi dalam hal ini internet menjadi lini terdepan dalam komunikasi sekarang dan masa depan. Namun harus ada antisipasi efek negatif keberadaan internet dan media sosial ini, terutama untuk membentengi generasi muda dari kemungkinan teradikalisasi paham radikalisme dan terorisme di internet.
“Kalau saya sederhana saja, selama ini anak muda yang teradikalisasi melalui dunia maya biasanya yang masih labil dan pengangguran. Karena itu mereka harus dibekali hal-hal positif, yaitu berkarya. Apakah itu berkarya di bidang agama, seni, wiraswasta, dan lain-lain,” kata Panji Pragiwaksono.
Ucapan Panji itu tidak jauh beda dengan saat ia memberikan motivasi kepada para peserta Pelatihan Duta Damai Dunia Maya di Jakarta yang digelar beberapa hari lalu. Saat itu, Panji juga mengajak anak muda untuk berkarya dan berkreasi demi membangun Indonesia menghadapi persaingan dunia. Pada saat itu, Panji juga menegaskan bahaya paham radikalisme dan terorisme yang sebagian besar menyasar anak muda.
Panji menilai dunia maya dan sosial media itu sebenarnya aneh. Tapi ia mengakui di era seperti sekarang, tidak mungkin menghindari kemajuan teknologi dan komunikasi melalui dunia maya. Karena itu, wajar anak muda harus memiliki bekal dan tameng dalam menjelajahi dunia maya karena tanpa itu, mereka bisa terkontaminasi menjadi radikal.
“Anak-anak yang seperti inilah yang mudah dirasuki paham-paham sesat. Ayo cari tahu apa passion kamu dalam berkarya. Kalau anak muda tahu apa yang dilakukan dalam hidupnya, kecil kemungkinan dia akan tertarik ke kanan ke kiri, terutama pengaruh paham radikalisme dan terorisme,” ungkap Panji.
Masalah radikalisme dan terorisme ini, lanjut Panji, sangat krusial karena menyangkut ketenteraman dan kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Kalau radikalisme dan terorisme masih terus mengancam, maka Indonesia makin sulit bersaing dengan negara-negara lain.
Intinya, Panji mengajak anak muda untuk berkarya positif agar memiliki hidup yang indah dan berharga. “Dengan memiliki hidup yang lebih berharga dan indah dan perjuangan dirinya untuk mencari passion-nya dan berkarya pasti tidak akan berpikir hal-hal negatif. Dengan berkarya, otomatis mereka bisa membendung pengaruh negatif dari lingkungan sekitar,” kata Panji mengakhiri.