Jumat 17 Jun 2016 23:06 WIB

Pemerintah Pastikan tak Ada Perda Bernuansa Syariah Dihapus

Red: Ilham
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin
Foto: Republika/ Darmawan
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua hari terakhir, berkembang informasi melalui pesan berantai bahwa Pemerintah mencabut 3.143 peraturan daerah (Perda), termasuk di dalamnya perda miras dan semua yang mengandung unsur keislaman. Dalam pesan itu, disebut beberapa contoh yang dicabut, antaralain imbauan berbusana Muslim kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Tenaga Kerja, wajib baca Alquran bagi siswa dan calon pengantin, kewajiban memakai jilbab di Cianjur dan lainnya.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mempertanyakan sumber informasi yang mengatakan pemerintah mencabut perda bernuansa syariah. Lukman mengaku sudah mengkonfirmasi kepada Mendagri dan memastikan perda yang dicabut pemerintah adalah yang menghambat investasi.

“Apa dasarnya sebagian kalangan yang menyatakan perda-perda yang dinilai bernuansa syariah itu dihapus? Saya telah menanyakan langsung ke Mendagri, keseluruhan perda yang dicabut itu adalah yang menghambat investasi, serta yang memperpanjang jalur perizinan dan menimbulkan retribusi yang tidak perlu,” kata Lukman saat dimintai tanggapan terkait beredarnya isu pencabutan perda syariah, seperti dilansir laman kemenag.go.id, Kamis (16/6).

Sehubungan itu, Lukman mengimbau umat Muslim untuk tidak perlu resah dan bereaksi secara berlebihan dengan adanya informasi, pernyataan, atau tuduhan tersebut. “Mari kita semua tetap menjaga kekhidmatan dan kesucian Bulan Ramadan ini,” pesannya.

Hal sama juga ditegaskan Mendagri Tjahjo Kumolo. Dia membenarkan pemerintah telah mengambil kebijakan untuk melakukan deregulasi terhadap 3.143 perda. Namun pemerintah memastikan kalau tidak ada perda bernuansa syariat Islam yang masuk dalam kebijakan deregulasi itu. Semua peraturan yang dibatalkan hanya terkait investasi, retribusi, pelayanan birokrasi, dan masalah perizinan.

“Siapa yang hapus. Tidak ada yang hapus,” kata Tjahjo di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Jakarta, Rabu (15/06) sebagaimana dikutip dari laman kemendagri.go.id.

Menurut Mendagri, bila harus mendalami perda-perda yang cenderung intoleran atau diskriminatif serta berpotensi menimbulkan keresahan masyarakat, pihaknya tentu akan mengundang organisasi keagamaan. Tujuannya untuk menyelaraskan regulasi itu, apalagi untuk daerah otonomi khusus.

“Misalnya, Aceh mau terapkan syariat Islam di daerahnya, itu boleh. Namun penerapan di sana, mau diterapkan juga di Jakarta, tentu tidak bisa,” ujarnya.

Tjahjo menambahkan, selama ini pemerintah mengikuti pertimbangan dan fatwa dari organisasi keagamaan seperti MUI. Mendagri berjanji akan mempublikasikan ribuan perda tersebut.  “Ini semua soal investasi. Kita gak urus perda yang bernuansa syariat Islam. Ini untuk amankan paket kebijakan ekonomi pemerintah,” ungkap Tjahjo.

Tjahjo memastikan tidak ada niat Kemendagri untuk mencabut perda bernuasan syariat Islam. Menurutnya, informasi yang berkembang hanya tudingan yang tidak sesuai dengan fakta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement