Kamis 26 May 2016 16:57 WIB

LPPOM MUI Percayakan Warga Lokal Jadi Auditor Halal di Cina

Rep: Ahmad Baraas/ Red: Andi Nur Aminah
Sertifikat halal
Sertifikat halal

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Untuk memudahkan audit halal produk-produk Cina yang akan dipasarkan di Indonesia, LPPOM MUI sejak empat tahun lalu membuka perwakilannya di Cina. Lebih istimewa lagi, auditornya adalah warga negara Cina beragama Islam yang tinggal di sana.

"Kita punya dua orang auditor lokal asli Cina yang baru diangkat dan ini yang pertama dimiliki LPPOM MUI," kata Kabid Informasi LPPOM MUI, Faried MS.

Hal itu dikemukakan Faried di Denpasar, Bali, Kamis (26/5), di sela-sela acara Bali International Training on Halal Assurance System. Acara yang berlangsung di Denpasar, Bali 24 hingga 26 Mei, Kamis (26/5) ditutup Kabid Pelatihan LPPOM MUI, Nur Wahid. Dua orang auditor LPPOM MUI yang merupakan warga negara Cina yakni Jemila dan Shamo.

Menurut Faried, kendati pun sudah ada auditor di Cina, LPPOM MUI tidak serta merta memercayakan proses sertifikasi halal produk Cina kepada para auditor. Tetapi Faried mengatakan hasil audit terlebih dahulu dikirim ke Komisi Fatwa MUI, sebelum diputuskan apakah permohonan sertifikasi bisa dipenuhi.

"Jadi kedua auditor sifatnya membantu untuk memudahkan, agar LPPOM MUI tidak selalu datang ke Cina untuk melakukan audit," katanya.

Sementara itu Nur Wahid mengatakan, LPPOM MUI memandang perlu adanya auditor lokal Cina, untuk efesiensi dan efektivitas. Dia mengatakan hal itu disebabkan terus meningkatnya permintaan pengusaha Cina terhadap sertifikat halal. 

Menurut Wahid, permohonan sertifikasi halal oleh pengusaha Cina yang terus meningkat, sejalan dengan semakin banyaknya produk Cina yang masuk ke Indonesia. Bahkan dari barang-barang luar yang masuk Indonesia, lebih dari 50 persen adalah produk Cina. "Selebihnya baru produk negara-negara lain," katanya.

Sementara itu pada hari ketiga pelatihan Sistem Jaminan Halal (SJH), diisi dengan diskusi kelompok. Peserta dibagi dalam dua kelopomk besar dan setiap kelompok besar dibagi lagi masing-masing menjadi delapan kelompok.

Materi diskusi semuanya terkait dengan penanganan persoalan yang dihadapi dalam memberikan SJH. Misalnya peserta diminta mencari jalan keluar bila menghadapi masalah dimana perusahaan tempatnya bekerja menggunakan alat-alat produksi yang tercampur dengan babi atau barang-barang najis.

"Ini diskusi menarik, dan pengalaman pertama bagi saya menghadapi kasus seperti ini. Saya bersyukur bisa ikut dalam diskusi seperti ini," kata Teagan Ashmore, peserta yang mewakili perusahaan Ballantyne, Australia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement