Ahad 22 May 2016 20:38 WIB

Muhammadiyah Gelar KNIB di Tengah Isu Komunisme, LGBT dan Terorisme

Rep: Yulianingsih/ Red: Achmad Syalaby
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir memberikan pdato politiknya jelang penandatanganan nota (Memorandum of Understanding/MoU) tentang pembinaan kesadaran bela negara di Kantor Kemhan, Jakarta, Rabu (13/4).(Republika/ Rakhmawaty La'lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir memberikan pdato politiknya jelang penandatanganan nota (Memorandum of Understanding/MoU) tentang pembinaan kesadaran bela negara di Kantor Kemhan, Jakarta, Rabu (13/4).(Republika/ Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Delegasi dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM), Pimpinan Aisyiyah, oganisasi otonom Muhammadiyah dan amal usaha Muhammadiyah  se-Indonesia sudah berdatangan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ahad (22/5). 

Mereka hadir di kampus Muhammadiyah tersebut untuk menjadi peserta aktif Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan (KNIB) yang akan digelar 23-24 Mei 2016 di UMY. Mewujudkan gagasan Indonesia berkemajuan menjadi tanggung jawab bersama seluruh warga Muhammadiyah. Karena itu, para kader Muhammadiyah  antusias mengikuti kegiatan yang baru kali pertama digelar.

Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir bahkan memberikan pembekalan khusus pada seluruh utusan Muhammadiyah se-Indonesia tersebut menjelang digelarnya KNIB di UMY, Ahad petang. Di hadapan ratusan kader Muahammadiyah se-Indonesia tersebut Haedar mengatakan,konsolidasi internal Muhammadiyah ini menjadi rangkaian KNIB. 

Kegiatan ini menjadi konsolidasi pertama Muhammadiyah pascamuktamar di Makasar kemarin. KNIB juga menjadi ajang untuk konsolidasi nasional semua tokoh dan pemikir bangsa menuju pembentukan Indonesia berkemajuan.

"Konsolidasi nasional ini berada di waktu yang tepat di tengah bangsa ini diterpa banyak isu," ujar Haedar. Berbagai isu yang menerpa bangsa Indonesia saat ini antara lain komunisme, lesbian gay biseksualdan transgender dan isu terorisme. Isu-isu ini menurut Haedar bukanlah sebuah isu yang sederhna, sehingga penting bagi Muhammadiyah untuk memperkuat peran dan posisinya dalam mewujudkan gerakan amar makruf nahi munkar.

"Jika kita tidak pandai, bijak dan tidak berpijak pada Muhammadiyah, maka hanya akan ada dua pilihan. Pertama menarik diri karena rezim tidak sesuai dengan kita atau mengambil alih dan bersikap pragmatis seperti yang dilakukan partai politik," ujarnya.

Menurut Haedar, apa yang dilakukan Muhammadiyah selama ini juga dinilai sudah pas sebagai organisasi masyarakat dan keagaman dalam kehidupan berbagngsa dan bernegara di tengah benturan banyak kepentingan politik di negara ini. Dia berharap melalui konsolidasi ini akan muncul banyak gagasan dan pemikiran bagi pemecahan berbagai maslaah bangsa untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang berkemajuan. Dimana peran aktif warga Muhammadiyah ada disitu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement