Selasa 10 May 2016 09:19 WIB

Bagaimana Islam Memandang Reklamasi?

Kapal tongkang bernama
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Kapal tongkang bernama

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kontroversi reklamasi di Teluk Jakarta belum juga berakhir. Meski pemerintah pusat dan provinsi bersama swasta sepakat untuk melakukan moratorium, praktik di lapangan berbeda.

Kapal-kapal pengeruk pasir reklamasi masih berjalan. Tak hanya itu, Presiden Joko Widodo melalui Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengungkapkan akan melanjutkan proyek bernilai Rp 500 triliun itu.

Lantas, bagaimana Islam memandang reklamasi? Dalam artikel opini yang dimuat di Harian Republika, Rahmat Rizqi Kurniawan dan Ai Nur Bayinah, Dosen Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) SEBI, menjelaskan, reklamasi dimungkinkan bila ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan masyarakat melalui upaya pembaruan lingkungan hidup agar lebih berdaya guna.  

Sebagaimana terdapat pada pembahasan Abu Ubaid dalam kitabnya Kitabulamwal halaman 362 terkait konteks menghidupkan tanah yang mati (ihyaul al-aradhin) atau (ihyaul mawaat) atau (istishlahul al-araadly). 

Dalam wacana kekinian, hal tersebut bukan hanya atas wilayah tanah saja, tapi juga tepi sungai seperti yang dilakukan Pemerintah Mesir atau bahkan laut. Atau lebih dikenal sebagai reklamasi pantai atau laut (istishlahul al-araadly al-bahriyyah). Yakni, mengelola wilayah yang tadinya tidak bisa dimanfaatkan menjadi bermanfaat. Meski biasanya digunakan untuk menambah lahan untuk wilayah pertanian. 

Hanya, penulis memberi syarat jika tujuannya untuk maslahat umat, yaitu menghidupkan dan memakmurkan suatu wilayah, maka reklamasi diperbolehkan bahkan dianjurkan oleh Islam. Bahkan, berdasarkan survei sementara, sebenarnya seluruh nelayan juga tidak menentang pembangunan pesisir bila memang berpihak pada rakyat kecil.

Namun faktanya, peraturan yang ada belum jelas bahkan saling tumpang tindih. Reklamasi bukan lagi menjadi solusi yang menambah penghidupan, bahkan sebaliknya, mematikan yang hidup.

Saat ini ikan tangkapan semakin berkurang dan ketersediaannya semakin menipis karena jangkauan lokasi tangkapan semakin jauh. Padahal mestinya ada hak bagi warga setidaknya 15 persen dari lahan reklamasi yang harus diperhatikan. Sehingga para nelayan yang memiliki mata pencarian di laut dan pesisir pantai tidak berkurang penghasilannya, ekosistem laut tetap terjaga dan tidak tercemar.

 

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement