REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- International Summit of Moderate Islamic Leaders (ISOMIL) dihadiri ulama-ulama dunia. Dalam acara itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menekankan kalau radikalisme dan ekstrimisme tidak berkaitan dengan Indonesia
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Sirodj, di hadapan ulama-ulama dunia menegaskan kalau radikalisme dan ekstrimisme, bukanlah kepribadian yang dimiliki orang-orang asli Indonesia. Selain itu, radikalisme dan ekstrimisme tidak tepat dikaitkan dengan Islam, yang menekankan kedamaian dalam setiap ajarannya. "Ini bukan kepribadian, watak dan karakter orang Indonesia, apalagi Islam," kata Said Aqil di Jakarta, Senin (9/5).
Terkait konflik di Indonesia, ia mengira ada pihak-pihak yang secara sengaja mengimpor konflik di Timur Tengah, untuk dipindahkan dan diterapkan di Indonesia. Hal itu terbukti lewat konflik-konflik seperti NU-Syiah maupun NU-Ahmadiyah yang dulu tidak pernah terjadi di Indonesia, belakangan baru dimunculkan.
Untuk itu, Said Aqil mengajak seluruh ulama-ulama dunia untuk berfikir ulang, mengembangkan pola pikir kalau nasionalisme tidak bertentangan dengan agama dan sebaliknya. Ia mengingatkan jika nasionalisme dan agama terus dipertentangkan, konflik yang terjadi di Timur Tengah dan negara-negara Islam tidak akan terselesaikan.
Dia turut mengungkapkan terima kasih atas dukungan pemerintah Indonesia untuk diselenggarakannya ISOMIL, sebagai bagian perdamaian negara-negara Islam. Ia berharap hasil yang didapatkan ISOMIL, dapat diekspor dan diterapkan negara-negara Islam yang selama ini dilanda konflik berkepanjangan.