REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serangan terus terjadi di Suriah, rudal udara dan bom jatuh ke tengah warga sipil terutama di Aleppo, Suriah. Ustaz Bachtiar Nasir mengatakan, hingga kini pemerintah Indonesia dianggap belum memiliki andil yang cukup besar dalam penderitaan rakyat Suriah.
"Dengan berbagai alasan tidak ada keberpihakan yang nyata terhadap kondisi Suriah saat ini. Dan ini atas nama masyarakat, saya sangat menyayangkan sikap politik luar negeri indonesia," kata Ustaz Bachtiar di Jakarta, Rabu (4/5).
Ia mengungkapkan, Aleppo dihujani persenjataan dengan roket-roket yang tidak bisa memilih mana perempuan, anak-anak dan orang yang lemah. Masyarakat tidak hanya merasa ketakutan, namun ancaman-ancaman yang ada kini menjadi kenyataan.
Menurut dia, masyarakat Suriah tidak menjadi gila saja sudah bagus. Saat ini, Bachtiar menegaskan, mereka begitu membutuhkan bantuan berupa makanan, bantuan medis dan tempat tinggal.
Akan tetapi, ia begitu menyayangkan sikap pemerintah Indonesia. Ustaz Bachtiar mengatakan, atas nama politik luar negeri bebas aktifnya, pemerintah lebih cenderung kepada Cina dan Rusia, sehingga terkesan begitu berhati-hati.
"Dalam urusan Suriah, mana bebas aktif untuk kemanusiaan di sana. Masih kah Rusia dan Cina begitu kuat menekan politik luar negeri Indonesia. Setelah terjadi penindasan dan penjajahan yang terjadi disana," ungkapnya.
Sementara itu, Lembaga kemanusiaan, Aksi Cepat Tanggap (ACT) kembali terpanggil mengirimkan Tim Sympathy of Solidarity (SOS) Syria gelombang ke tujuh, sejak krisis terjadi lima tahun silam. ACT akan menyalurkan bantuan awal sebesar Rp 1 miliar dalam bentuk pangan, obat-obatan serta kebutuhan darurat lainnya secara bertahap
Belasan ribu keluarga sipil Aleppo kini tengah terjebak dalam gempuran perang. Data dari UNHCR pada April 2016, jumlah orang yang tewas akibat konflik di Suriah mencapai 10.381 orang, sedangkan jumlah pengungsi yang tersebar di beberapa negara mencapai 4,8 juta orang dengan rincian di Turki 2,7 juta, Lebanon 1,05 juta, Yordania 642 ribu jiwa, Irak 246 ribu jiwa, Mesir 119 ribu jiwa, Afrika Utara 29 ribu dan Eropa 972 ribu jiwa.