REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahmad Sastra
Kehidupan manusia di dunia adalah sebuah perjalanan, begitupun di akhirat kelak. Bedanya, perjalanan di dunia adalah bekal untuk perjalanan di akhirat. Sikap dan perilaku selama perjalanan hidup di dunia ini menentukan kebahagiaan dan kesengsaraan di akhirat.
Perjalanan hidup di dunia dibatasi oleh waktu yang sangat singkat sementara di akhirat adalah kehidupan abadi sepanjang waktu. Waktu. Satu kata singkat, namun memberikan dampak besar kehidupan manusia dan seluruh makhluk lainnya.
Karena itu, Allah SWT sering kali berfirman, dengan menggunakan waktu sebagai pertanda akan pentingnya hal tersebut bagi kehidupan manusia. Di antaranya, demi masa (QS al- 'Ashr : 1), demi malam apabila menutupi waktu siang (QS al-Lail : 1), demi fajar (QS al-Fajr : 1) dan demi waktu matahari sepenggal naik (dhuha) (QS adh-Dhuha :1).
Imam Fakhruddin Ar Razi mengatakan dalam tafsirnya ketika menafsirkan surah al-'Ashr bahwa Allah SWT telah bersumpah demi waktu karena di dalam waktu memang mengandung berbagai keajaiban.
Di dalam perjalanan waktu terdapat senang dan susah, sehat dan sakit, serta betapa berharga dan mahalnya waktu yang tidak bisa dinilai dengan sesuatu apa pun. Bagi seorang Muslim, waktu adalah kehidupan dan kematian sekaligus.
Seorang Muslim memahami waktu dalam tiga ranah, yakni lampau, sekarang, dan nanti. Waktu lampau dimaknai bahwa kehadirannya di dunia ini diawali oleh penciptaan dirinya oleh Allah SWT.
Tidak akan ada segala sesuatu di dunia ini termasuk manusia jika Allah tidak menciptakan. Kehidupan manusia dan segala apa yang ada adalah ciptaan Allah, bukan ada dengan sendirinya.
Dengan demikian, waktu lampau dimaknai oleh seorang Muslim sebagai refleksi keimanan akan keberadaan Allah Sang Pencipta.
Waktu sekarang oleh seorang Muslim dimaknai sebagai tujuan utama Allah menciptakan manusia, yakni sebagai sang pengabdi. Waktu sekarang adalah perjalanan ibadah untuk menggapai ridha Allah.
Seorang Muslim menyadari sepenuhnya bahwa sepanjang perjalanan hidupnya akan dipergunakan untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan Allah.
Allah SWT dengan tegas mengingatkan dalam surah al-'Ashr, demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.
Ayat ini menuturkan bahwa keberuntungan seorang Muslim adalah saat mengisi waktu hidupnya dengan keimanan, amal saleh, dan saling menasihati tentang kebenaran dan kesabaran.
Ketiga adalah waktu esok atau nanti. Seorang Muslim meyakini bahwa kehidupan ini akan berakhir dengan adanya kematian. Kematian adalah batas kehidupan sesungguhnya di akhirat. Waktu nanti adalah kembalinya manusia kepada Sang Pencipta, Allah SWT.
Semua manusia akan mati dan kembali kepada-Nya. Kondisi kembalinya manusia kepada Sang Pencipta sangat bergantung kepada bagaimana manusia mengisi waktu selama hidup di dunia. Panjang pendeknya umur di dunia tidaklah sesuatu yang penting.
Yang terpenting adalah cara manusia mengisi waktu hidupnya tersebut. Apa pun profesi manusia di dunia, apakah seorang pemimpin, ulama, petani, guru, orang tua, anak, istri, maupun suami, seluruhnya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah di waktu nanti, yakni kehidupan akhirat.
Hanya adalah dua tempat bagi manusia di waktu nanti: surga dan neraka. Karena itu, bagi seorang Muslim, semestinya menjalani kehidupan di dunia ini harus istiqamah dalam kebaikan. Sebaliknya, bagi orang-orang kafir, kehidupan di dunia ini adalah waktu untuk menyadari kekafirannya dan kembali kepada keimanan.
Dalam hal ini, Allah memberikan umur yang lebih panjang untuk dijadikan sebagai kesempatan merenung dan berpikir untuk kembali kepada keimanan kepada Allah dan meninggalkan kekafiran, jika ingin selamat dunia akhirat.
Dan, mereka berteriak di dalam neraka itu, "Ya Tuhan Kami, keluarkanlah Kami, niscaya Kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah Kami kerjakan." Dan Apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka, rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun. (QS Fathir: 37).