REPUBLIKA.CO.ID, Tidur hakikatnya adalah kematian yang tertunda. Begitulah Alquran memberitakan. Dalam QS Az-Zumar [39] ayat 42 Allah SWT berfirman, "Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan memegang jiwa (orang yang belum mati) di waktu tidurnya. Maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan kembali jiwa orang (yang tidur, menjadi hidup kembali ketika bangun) sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya yang demikian itu merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang mau berpikir."
Apa makna ayat ini? Allah SWT menempatkan nafs atau nyawa dalam wadah yang tidak kekal. Wadah tersebut bernama badan (jasmani). Bila wadah tersebut rusak, hingga menimbulkan kematian, maka Allah SWT akan memisahkan nafs tersebut dengan pemisahan yang sempurna.
Dalam tidur pun terjadi pemisahan, tetapi pemisahannya tidak sempurna. Karena itu, nafs (nyawa) bagi yang tidur akan kembali pada wadah yang menampungnya. Sehingga ia dapat bangun kembali sampai tiba masa pemisahan yang sempurna saat kematiannya. Demikian komentar Dr Quraish Shihab tentang ayat tersebut.
Rasulullah SAW pun dalam beberapa hadisnya mempersamakan tidur dengan kematian. Ketika hendak tidur misalnya, beliau selalu berdoa, "Ya Allah dengan nama-Mu aku hidup dan mati" (HR Bukhari). Saat terjaga beliau pun membaca doa yang hampir serupa, "Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan hanya kepada-Nya kami dibangkitan" (HR Bukhari dan Muslim).
Tidur menghabiskan sepertiga waktu hidup kita. Alangkah ruginya bila waktu yang melimpah tersebut kita sia-siakan begitu saja. Setidaknya ada dua hal yang layak kita lakukan. Pertama, meniatkan tidur sebagai ibadah. Niat adalah faktor fundamental dalam setiap gerak langkah seorang Muslim. Baik tidaknya sebuah amal sangat dipengaruhi lurus tidaknya niat yang di-azzam-kan dalam hati.