Sabtu 02 Apr 2016 15:42 WIB

Pesantren Al Khairaat Minta Pos Pengamanan, Polisi Cuek

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Achmad Syalaby
Suasana pondok pesantren (ilustrasi).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Suasana pondok pesantren (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Pondok Pesantren Al Khairaat yang terletak Desa Gosoma, Kecamatan Tobelo Halmahera Utara (Halut), Provinsi Maluku Utara (Malut) meminta pos pengamanan permanen di sekitar lokasi tersebut. Permintaan itu menyusul adanya bantrokan dua kelompok pemuda yang berujung pada terbakarnya Pondok Pesantren Al Khairaat.

Namun, Sekretaris Yayasan Al Khairaat Halmahera Utara, Ihwan Buaza mengungkapkan, permintaan itu ditolak oleh aparat kepolisian setempat. "Kami harap ke Kapolres (dan pihak keamanan lainnya) bahwa di pesantren itu harus dibangun pos permanen agar ada keselamatan. Tapi sangat disayangkan (mereka) menolak," ujar dia kepada Republika.co.id, Sabtu (2/4). (Baca: Pesantren Dibakar, Pengurus Minta Aparat Usut Pelaku).

Kata Ihwan, pihak kepolisian beralasan, bentrokan terjadi karena mental dari masyarakat sekitar. Sehingga, masih berdasarkan keterangan polisi yang disampaikan pada Ihwan, pembangunan pos keamanan sebanyak apapun, tidak akan berguna."(Penolakan tersebut) alibinya kalau manusianya tak sadar, biar bangun pos sebanyak apapun tak mampu (meredam ketegangan antar kelompok)," tuturnya.

Permintaan pos pengamanan permanen tersebut, Ihwan menjelaskan, bukan semata-mata karena kekhawatiran pecahnya bentrok kelompok pemuda. Namun, ia menjelaskan, selama ini keluarga besar Muslim di sekitar pondok pesantren kerap merasa terganggu oleh masyarakat non-Muslim.

Gangguan yang kerap dirasakan, Ihwan mencontohkan, masyarakat non Muslim kerap memutar lagu rohani menggunakan toa atau pengeras suara saat waktu shalat fardhu."Kami merasa terganggu dan biasa diganggu. Kami sampaikan ke kapolres dan bupati bahwa setiap shalat lima waktu, mereka memutar lagu rohani dengan speaker, dengan toa," tuturnya.

Ia mengaku gangguan tersebut sudah berlangsung lama, selama ini dibiarkan oleh aparat kepolisian setempat. Menurut dia, gangguan tersebut sengaja dilakukan oleh masyarakat non Muslim.

"Harusnya mereka tahu waktu shalat itu. begitu shalat musiknya diputar full (volumenya), samping kanan kiri (beragama) Kristen. Lampu juga dipecahkan terus. Kami merasa keberadaan diganggu terus. Sehingga sebaiknya dipasang pos permanen agar orang tua wali dan santri tak terganggu," tutur Ihwan.

Sementara itu, Kapolres Halmahera Utara AKBP Yudi Rumantoro belum bisa dikonfirmasi perihal gangguan tersebut. Sedangkan Kapolda Maluku Utara Brigadir Jenderal Zulkarnain mengaku belum mendengar adanya permintaan pos pengamanan tersebut. "Saya belum mendapat laporannya," kata Zulkarnain.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement