REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Bulan Ramadhan sekitar dua bulan lagi tiba. Inilah bulan tarbiyah atau pendidikan/pelatihan bagi kaum Muslimin untuk meningkatkan kesalehan ritual maupun kesalehan social.
“Ada lima dimensi Ramadhan. Kelima dimensi tersebut menunjukkan puasa/ibadah Ramadhan adalah pendidikan yang bersifat vertikal dan horizontal,” kata Direktur Halimun Center (HMC) Dr Briliantono M Soenarwo SpOT saat mengisi Kuliah Dhuha di Masjid At-Tiin, Kompleks Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, Ahad (27/3).
Dimensi pertama, kata lelaki yang akrab dipanggil Dr Tony itu, adalah dimensi sosial. “Selama Ramadhan kita harus menjaga mulut agar tidak berkata kasar, bohong dan kata kata yg menyakiti orang lain. Tidak boleh bergunjing dan omongan yang sia-sia,” kata Dr Tony yang juga merupakan penulis buku serial tentang Islam dan Kesehatan.
Kedua, kata Tony, dimensi amal. “Kita diminta peduli terhadap diri sendiri dan orang lain. Dalam berbuka kita tidak boleh makan sembarangan tanpa kontrol. Berbukalah sesuai yag Rasulullah ajarkan. Berbuka dengan kurma atau yang manis manis dulu. Tidak boleh buka puasa dengan asap (merokok), atau langsung gorengan.,” ujar penulis buku “Sehat Tanpa Obat” itu.
Ia menjelaskan, dalam berpuasa dan berbuka puasa, seorang Muslim harus peduli dengan orang lain. “Barangsiapa yang memberi untuk berbuka atau untuk sahur satu biji kurma saja, maka Allah akan lipatgandakan pahalanya dengan seribu kebaikan tanpa mengurangi kebaikan orang yang diberi,” ujar Tony mengutip salah satu hadits Rasulullah SAW.
Ketiga, kata Tony, dimensi memberi. “Jangan sia-siakan makanan. Berbuka secukupnya. Bila berlebih, bagikan kepada para mustafir yang sedang menempuh perjalanan. Sesungguhnya pemberian tersebut, itu keberkahannya Allah lipat gandakan,” tutur Tony yang juga salah satu Supervisi Ahli “Oase Al-Quran The Reference for Muslim Families”.
Dimensi keempat, ujar Tony, dimensi spiritual. “Kita yakin bahwa pengawasan Allah SWT sangat melekat. Kita tingkatkan rasa syukur kepada Sang Pemberi yang tak pernah henti untuk memberi,” tuturnya.
Kelima, dimensi kesehatan. Tony menjelaskan, tubuh diberikan pola yang sudah diatur oleh sistem Allah untuk memberikan istirahat kepada pencernaan. Selama 12 bulan bekerja 24 jam tanpa istirahat. Umat Islam berpuasa 12 - 14 jam bahkan ada yang 16 jam.
Selama berpuasa Ramadhan, tubuh diberi kesempatan empat jam untuk memperbaiki diri dalam satu hari. “Bila satu bulan maka sel sel rusak itu kembali normal setelah sebulan berpuasa Ramadhan,” ujarnya.
Menurut Tony, Ramadhan merupakan ibadah intensif selama satu bulan dan sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT. “Ramadhan merupakan bulan melatih kontrol diri, mengurangi rokok, dan mengurangi gula. Pikiran tidak boleh nakal, menipu, menjebak, memfitnah, dan masa bodo Di sisi lain, menambah semua bentuk ibadah, membaca Al-Qur'an, shalat sunnah, dan sedekah menyantuni fakir miskin,” papar Briliantono M Soenarwo.