REPUBLIKA.CO.ID, Radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan agama menjadi ancaman serius dunia internasional. Barangkali, langkah yang ditempuh oleh Lembaga Fatwa Mesir berikut ini bisa menjadi contoh bagaimana menghadapi kelompok kecil yang agresif, baik di level penyebaran ideologi hingga pada pemaksaannya.
Di antara upaya yang ditempuh Dar al-Ifta’ Mesir, ungkap Mufti Agung Mesir Syekh Syauqi ‘Alam, ialah menerjemahkan 1000 fatwa ke dalam tiga bahasa yaitu Inggris, Prancis, dan Jerman.
Sebagian besar fatwa tersebut didominasi fatwa terkait aliran dan pemikiran radikal, termasuk fatwa-fatwa kontroversial.”Fatwa terorisme ini perlu makanya kita sangat serius,” katanya di hadapan 25 duta besar asing di Newdelhi, India, Sabtu (19/3).
Dar al-Ifta’ juga membagikan ensiklopedi fatwa yang disalin ke berbagai kepada 12 ribu universitas dan perpustakaan nasional di penjuru dunia. Ensklopedi ini mendapat repons positif. Uni Eropa misalnya, mengapresiasi langkah tersebut dan banyak merujuk fatwa-fatwa Dar al-Ifta’ menyikapi fenomena mutakhir menyangkut dunia Islam.
Upaya lainnya, imbuh Syauqi, lembaga yang pernah dipimpin oleh Syekh Ali Jum’ah ini, membentuk ‘detasemen’ khusus yang terdari dari para ulama pilihan, untuk mengawasi pergerakan fatwa-fatwa kalangan takfiri (suka mengafirkan) dan kaum radikal.
Tak hanya itu, detasemen ini juga bertugas untuk menyiapkan sanggahan atas fatwa kelompok radikal, seperti ISIS. Bahkan, lembaga fatwa resmi Mesir ini menyiapkan pusat pelatihan khusus, untuk menghadapi fenomena fatwa-fatwa kontroversial yang cenderung radikal dan bertentangan dengan keluhuran Islam.
Tak kalah penting, ujar Syauqi, Dar al-Ifta’ menyadari betul pentingnya memanfaatkan dunia maya untuk membendung pemikiran radikalis. Di laman resminya, Dar al-Ifta’ membuat kanal spesifik tentang ISIS dengan rubrik “ISIS dalam Sorotan”.
Syauqi juga mengajak para pengguna media sosial utuk melawan propaganda ISIS dengan menolak menyebut kelompok ini dengan sebutan “negara Islam”, tetapi menggantinya dengan “Negara Sempalan Alqaeda di Irak dan Syam”.