REPUBLIKA.CO.ID, BANYUWANGI -- Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Banyuwangi KH Zulkarnain mengatakan, ia tidak khawatir pesantren di Banyuwangi akan terpengaruh paham radikalisme.
"Jangan khawatir pada pesantren, pesantren adalah benteng," ungkap Zulkarnain menegaskan di hadapan tokoh pesantren dan ormas Islam dalam rangka pencegahan paham antiradikalisme, di Aula Korpri, Banyuwangi, Rabu (16/3).
Sebab, lanjutnya, pondok pesantren di Banyuwangi mayoritas berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU). Sebagaimana diketahui, NU tetap setiap menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pemerintah, tutur Zulkarnain, sangat membutuhkan peran pesantren dalam membentengi masyarakat dari paham radikalisme. Untuk itu, Zulkarnain juga menjamin pesantren tidak akan menjadi sarang teroris.
Asisten Pembangunan Bupati Banyuwangi, Wiyono, menuturkan, setiap tiga bulan pemerintah melakukan rapat dengan bupati, kapolres, kodim, dan kejaksaan.
Hal tersebut sebagai deteksi dini terhadap ancaman paham radikalisme. "Tiga pilar itu, yang langkah antisipasi dini kita," kata Wiyono menambahkan.
Wiyono mengakui, ancaman paham radikalisme tidak hanya dirasakan masyarakat di luar Banyuwangi. Akan tetapi, Banyuwangi pun bisa jadi tidak luput dari paham tersebut.
Imam Mukhlis, dari Kementerian Agama Banyuwangi, mengungkapkan, beberapa kelompok memang ada yang perlu diwaspadai. Imam mencontohkan paham wahabi syalafi.
Namun, Kemenag melakukan pendekatan secara persuasif kepada kelompok yang memiliki paham keagamaan yang keras sehingga tidak terjadi gejolak di masyarakat.