Senin 14 Mar 2016 19:08 WIB

Nafas Islam di Negeri Nelson Mandela

Ammar De La Rey, pemuda 21 tahun asal Johannesburg, Afrika Selatan.
Foto: Alfian Mahardika
Ammar De La Rey, pemuda 21 tahun asal Johannesburg, Afrika Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berwawasan dan penuh Semangat. Kesan itu terungkap pada sosok Ammar De La Rey, pemuda 21 tahun asal Johannesburg, Afrika Selatan.

Meski penampilannya seperti Nelson Mandela namun berjiwa Soekarno, Ammar De La Rey, pemuda 21 tahun itu adalah seorang mahasiswa sekaligus atlet pencak silat. Ia juga seorang muslim.

Di Afrika Selatan, menurut www.muslimpopulation.com pertumbuhan muslim  tumbuh 1.59 juta jiwa (3 persen) dari jumlah total penduduk, disana kita dapat merasakan keindahan islam di kota besar, khususnya Cape Town dan Johannesburg.

Ammar adalah penerima beasiswa di Universitas Al Azhar Indonesia, yang bersinergi dengan unit kepemudaan Masjid Agung Al Azhar (AYLI). Ia tinggal di Bosmont, daerah di Johannesburg yang menjadi salah satu pusat permukiman warga keturunan Melayu.

Di daerah ini terdapat Masjid Bosmont. Ia menuturkan dalam kajiannya di Masjid Al Fajar BPPSDMKes Senin (29/02), mengenai awal mula perkembangan Islam disana, tak lepas dari peran ulama  Indonesia.

Sheikh Yusuf Al Makassari, ia sangat berpengaruh pada zaman kolonial belanda di Makasar yang diasingkan ke Cape Town, Afrika Selatan pada 1964.  Tak mengurungkan kegigihan dakwahnya ia tetap menyebarkan keindahan Islam.

“Syekh Yusuf adalah Ulama Besar, sangat gigih dakwahnya sehingga kami merasakan nafas islam di Afrika Selatan," kata Ammar saat memaparkan kajiannya.

Ulama yang bernama lengkap Abidin Tadia Tjoessoep ini diakui luas oleh penduduk di Afrika Selatan jauh bahkan melebihi Kaum Boer (keturunan Belanda) yang menetap dan tinggal disana, serta membentuk pemerintahan Apartheid yang membedakan Kulit Hitam dengan Kulit Putih.

Karena Islam tak membedakan suku, bangsa dan warna kulit. Nelson Mandela mendapatkan inspirasi dari Syekh Yusuf dalam melawan Apartheid. Ia pun beberapa kali berziarah ke makam tokoh yang disucikan oleh warga Muslim di Afrika Selatan itu.

Di Cape Town dan Johannesburg kita dapat melihat kebudayaan islam yang tak jauh beda dengan Indonesia. Seperti Saling bersilaturahim saat Hari Raya idul Fitri, Pernikahan, makanan dan Maulid Nabi. 

“Saat peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW-- selalu dirayakan secara istimewa dan berlangsung sehari penuh. Para Pria di Masjid bersholawat dan Wanita mengupas daun jeruk untuk mengharumkan ruangan.” katanya

Warga Muslim di Afrika Selatan kebanyakan tinggal di Cape Town. Mereka umumnya masih mengelompokkan diri di suatu wilayah berdasarkan etnis asalnya, karena memang dipaksa demikian saat zaman apartheid dulu.

Ammar sangat optimistis dengan perkembangan Islam ke depan. Sebab ia melihat warga Muslim berpendidikan dan berprofesi intelektual, seperti di dunia pendidikan dan finansial.

"Ini menjadi tahapan untuk kita bisa meraih kembali peradaban islam dunia, Oleh Karena itu kita harus meneruskan perjuangan ulama dahulu" Tukasnya dalam mengajak kembali pemuda Muslim untuk kejayaan Islam.

Penulis: Alfian Mahardika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement