REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay menjelaskan, pihaknya masih sering mendapat pengaduan dari calon jamaah umrah. Saleh pun membeberkan beberapa penipuan yang sering menimpa calon jamaah.
Pertama, yakni adanya harga berbeda sebelum dan setelah perjanjian. Kemudian, ada pula calon jamaah yang tidak jadi berangkat. Contohnya, calon jamaah sudah sampai Malaysia, tapi perjalanannya tidak dilanjutkan. "Namunm ada yang menipu sudah ada hotel bintang lima, tapi saat sampai ternyata hotel bintang tiga," kata dia. "Kemudian, janji ada pembimbing, tapi saat ke sana tidak ada," kata dia saat dihubungi, Jumat (11/3).
Dia menjelaskan, semua itu adalah bagian dari pelanggaran yang sering menimpa calon jamaah umrah. Sebab, janji yang mereka buat tidak sesuai dengan kenyataan. Namun, penipuan umrah yang paling parah adalah setelah mengumpulkan uang. Ke depannya, ternyata uang tersebut dibawa lari atau tidak jadi.
"Kalau itu sudah pidana, penipuan, merugikan orang, dan perbuatan tidak menyenangkan," kata dia. Dia menjelaskan, persoalan maraknya penipuan terhadap calon jamaah umrah di Indonesia disebut bukan karena faktor negara atau swasta yang menyelenggarakan ibadah haji dan umrah. Masalahnya adalah mekanisme dan sistem yang dibangun dalam penyelenggaraan ibadah tersebut.
"Kalaupun ada usulan masyarakat bahwa negara boleh menyelenggarakan umrah, silakan saja," kata Saleh. Dia mengatakan, untuk penyelenggaraan umrah ke depan, kemungkinan akan dibentuk lembaga, seperti Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH). Di lembaga itu, kata Saleh, kemungkinan ada struktur yang mengurus tentang penyelenggaraan ibadah umrah karena berbasis profit. "Jadi, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) itu harus menginvestasikan uangnya," kata dia.
Kata Saleh, jika mereka dapat memberangkatkan umrah secara profesional dengan menyenangkan dan harga kompetitif, orang akan beralih ke sana.