REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Organisasi Kerjasama Negara-Negara Islam (KTT Luar Biasa OKI) akan berlangsung pada Minggu-Senin (6-7 Maret 2016) di Jakarta. Sebanyak 49 kepala negara dan pemerintahan dijadwalkan akan menghadiri acara tersebut.
KTT Luar Biasa OKI kali diselenggarakan khusus sebagai bentuk keprihatinan dan upaya mengalihkan fokus perhatian dunia kepada tragedi penjajahan Isreal di Palestina dan Al-Quds Al-Syarif (Kota Suci Yerussalem).
"Semoga KTT menghasilkan resolusi dan deklarasi yang tegas, kongkrit, dan terukur dalam mendukung Palestina merdeka dan pembebasan Masjid Al-Aqsa dari cengkaraman Israel,” kata Ketua Fraksi PKS DPR RI, Jazuli Juwaini, di Jakarta, (Sabtu 5/3).
Selain itu, lanjut Jazuli, ajang KTT kali ini diharapkan mampu dipakai delegasi Indonesia untuk menyatukan perbedaan sikap berbagai kelompok Pejuang Palestina khususnya antara Fatah dan Hamas.
‘’Tujuannya setelah bisa bersatu, makaberbagai bantuan untuk Palestina, tak hanya mengalir ke wilayah Tepi Barat/Ramallah saja, tapi juga ke Gaza. Sehingga KTT ini dapat djadikan sarana untuk mengakhiri isolasi terhadap Gaza,’’ ujarnya.
Menurut Jazuli, dipilihnya Indonesia sebagai tuan rumah KTT Luar Biasa OKI kali ini tidak bisa dilepaskan dari peran diplomasi dan posisi strategis Indonesia dalam mendukung kemerdekaan Palestina.
"Indonesia punya spirit memerdekakan bangsa-bangsa terjajah, dan hal itu jelas termuat di dalam Pembukaan UUD 1945, sehingga sampai kapanpun seluruh rakyat Indonesia akan tampil terdepan dalam mendukung kemerdekaan Palestina. Dukungan ini juga tegas dikatakan Presiden Jokowi dalam beberapa kesempatan," tegasnya.
Selain itu, kepada berbagai pihak di Indonesia Jazuli menghimbau agar tidak mengganggu penyelenggaraan KTT ini. Bahkan diharapkan publik bisa membantu menghadirkan rasa aman dan suasana kondusif bagi suksesnya KTT tersebut.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, mennyatakan nantinya dokumen resolusi memang akan berisi konfirmasi kembali negara-negara OKI dengan fokus Palestina dan Yerusalem yang menjadi lokasi Masjid al-Aqsa.
Sementara, dokumen deklarasi akan lebih padat dan singkat, berisi langkah konkret ke depan untuk menindaklanjuti hal-hal yang disepakati negara-negara OKI terkait Palestina dan Yerusalem.
Dijadwalan akan ada beberapa isu yang akan dibahas dalam KTT Luar Biasa OKI tersebut. Pertama adalah masalah perbatasan, di mana hingga wilayah Palestina dari waktu ke waktu semakin mengecil karena dikuasai oleh Israel.
Kedua, masalah pengungsi Palestina yang tidak bisa kembali ke tempat asalnya. Ketiga, masalah status Kota Jerusalem yang dianggap Kota Suci oleh tiga agama, yakni Yahudi, Nasrani dan Islam.
Keempat adalah masalah pemukiman ilegal Israel yang terus mengerogoti wilayah Palestina juga menjadi hal yang belum bisa terselesaikan. Kelima, masalah keamanan dan keenam masalah distribusi air bersih yang terus menjadi isu konflik yang terjadi di kedua negara tersebut.
''Dalam sejarahnya, OKI didirikan tepat setelah adanya penyerangan Masjid Al Aqsa pada 1967 yang menyatukan negara-negara Islam. Namun, penjajahan Israel atas Palestina hingga kini belum juga berakhir, dan ini akan terus menjadi utang sejarah yang harus ditunaikan OKI,’’ kata Jazuli menegaskan.