REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat halal Anna Roswiem menilai sertifikasi halal terhadap barang gunaan dan jasa perlu segera dilakukan di samping sertifikasi terhadap produk pangan, obat-obatan dan kosmetika. Apalagi sertfikasi barang gunaan dan jasa sudah dimandatkan di dalam Undang-undang Jaminan Produk Halal yang akan diterapkan pada 2019 mendatang.
Anggota Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syarak Kementerian Kesehatan ini menjelaskan adanya kemungkinan barang gunaan dan jasa yang terkontaminasi dengan bahan-bahan yang diharamkan dalam agama Islam.
"Semua bagian tubuh babi bisa digunakan untuk membuat makanan, obat-obatan, pakaian, dan barang gunaan seperti tulang babi yang digunakan sebagai bahan campuran membuat piring yang terbuat dari porselen," ujar dosen Institut Pertanian Bogor ini kepada Republika.co.id, Senin (15/2).
Menurut Anna, sertifikasi barang gunaan dan jasa ini tentunya akan membuat masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam menjadi nyaman dan tentram. Namun, lanjut Anna, bukan berarti pelaksanaan sertifikasi barang gunaan dan jasa ini tidak menghadapi kendala.
Karena itu, jumlah produk yang beredar di Indonesia sangat banyak, ditambah lagi produk makanan, obat-obatan dan kosmetika masih banyak yang belum disertifikasi. Apabila tidak dipersiapkan sedini mungkin maka ini akan menjadi pekerjaan yang menumpuk bagi Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai satu-satunya lembaga yang dimandatkan oemerintah untuk menerbitkan sertifikasi halal.
Sementara, lanjutnya, pemenuhan sertifikat halal yang sekarang sifatnya masih sukarela ini cenderung membuat industri bermalas-malasan untuk mengajukan sertifikasi terhadap produk mereka. Banyak industri yang merasa keberatan karena sulitnya bahan baku dan mahalnya biaya sertifikasi.
Untuk itu, tambah Anna, MUI dan pemerintah harus dapat memberi solusi kepada pelaku indsutri agar penerapan sertifikasi halal untuk barang gunaan dan jasa dapat berjalan dengan lancar.