Jumat 12 Feb 2016 09:07 WIB

Cara Remaja Muslim Chicago Hadapi Islamofobia

Rep: MGROL57/ Red: Agung Sasongko
Muslimah Chicago. Ilustrasi
Foto: en.terra.com
Muslimah Chicago. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO -- Remaja-remaja Muslim Chicago, Amerika Serikat, masih mengalami serangan Islamofobia. Salah satunya Aaisyah Bhaiji yang beru berusia tiga belas tahun.

Bhaiji, selama bersekolah sering mendengar dirinya diejek, diidentikkan dengan Osama bin Laden. Teman-teman sekelasnya terus mengulangi apa yang muncul di media, bahwa Muslim tak ada bedanya dengan pembunuh.

“Agama saya adalah saya,” ujar Bhaiji dilansir News Observer, Jumat (12/2).

Sementara remaja Muslim tingkat akhir di New Trier High School, Mohsin Waraich, mengalami konfrontasi Islamofobia paling buruk dari media sosial Facebook. Saat itu seorang mantan rekan satu tim basketnya terdahulu mengunggah post bernada anti-Muslim, kemudian Waraich mengirimkan pesan padanya untuk mengoreksi kesalahpahaman mengenai Islam.

Namun mantan rekan bermain basketnya abai akan pesan yang dikirimkan dan terus mengunggah post-post anti-Muslim, termasuk menyindir Muslim yang tersinggung terkait kartun penistaan agama. “Saya tertawa kecil, orang-orang begitu buta dan tidak teredukasi mengenai Islam,” jelas Waraich. “Beberapa anak hanya ingin mendengar apa yang mereka pikirkan, hanya beberapa yang benar-benar ingin mengetahui.”

Akan tetapi Waraich tidak takut menghadapi orang-orang yang salah paham mengenai agamanya. Ia tidak takut tetap berpuasa selama Ramadhan di tengah musim pertandingan sepakbola atau meninggalkan sejenak permainan video game bersama temannya untuk shalat. Bahkan Waraich melakukan presentasi mengenai Islam saat sekolahnya mengadakan acara Hari Keberagaman untuk pelajar, saat libur memperingati Martin Luther King Jr.

Remaja lainnya adalah Hiyam Abusumayah, yang baru saja masuk sekolah menengah atas. Sebelumnya Abusumayah tak mengenakan hijab, tetapi setelah peristiwa penembakan di San Bernardino dan ia mendengar kesalahpahaman mengenai Muslim dan penutup kepala dari seorang kawannya, ia menyadari ada yang harus diluruskannya.

Hingga ia berani mengenakan hijab walau mendengar sendiri pengalaman ibunya yang berhijab diserang orang tak dikenal saat berbelanja.  “Ketika Anda mengenakan hijab, semua orang tahu Anda seorang Muslim,” ujarnya.

“Mereka akan lebih memerhatikan karena Anda berbeda. Saya ingin kelihatan mencolok, saya ingin berbeda. Jika mereka berpikir Islam mengerikan, saya ingin mereka datang pada saya dan bertanya pada saya. Saya ingin semua orang tahu Islam bukan teroris.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement