REPUBLIKA.CO.ID, SARAJEVO -- Sekitar 2.000 orang yang mayoritas perempuan, melakukan aksi unjuk rasa pada Ahad (7/2) di pusat Kota Sarajevo. Para demonstran melawan larangan baru mengenakan kerudung di lembaga peradilan negara itu.
"Kami berkumpul untuk memprotes prasangka, diskriminasi, dan marjinalisasi," kata salah satu demonstran Samira Zunic Velagic seperti dikutip dari laman France 24, Senin (8/2).
Ia menambahkan, larangan memakai jilbab di lembaga peradilan adalah serangan serius terhadap kehormatan, kepribadian, dan identitas Muslim. Tidak diperbolehkannnya penggunaan hijab menurutnya adalah pelanggaran yang bertujuan merampas hak perempuan untuk bekerja.
Protes itu dipicu oleh keputusan terbaru dewan kehakiman tinggi Bosnia, badan yang bertugas mengawasi fungsi peradilan yang melarang tanda-tanda agama di lembaga peradilan. Keputusan tersebut berlaku pada hakim dan pegawai lain di bidang ini. Perintah ini dikutuk oleh para politisi Muslim Bosnia dan pemimpin agama serta berbagai asosiasi Muslim lokal.
Para demonstran berbaris selama sekitar satu jam melalui pusat kota membawa spanduk bertuliskan "Hijab adalah pilihan saya sehari-hari," "Hijab adalah hak saya" atau "Hijab adalah hidup saya."
"Kami datang ke sini untuk mengatakan bahwa kita bukan korban penutup ini. Kami datang untuk membela hak-hak kami. (Kerudung) ini adalah mahkota kita, kebebasan kita, kehormatan kita," ujar demonstran Elisa Hamovac (33 tahun).
Sekitar 40 persen dari penduduk Bosnia yang sebanyak 3,8 juta jiwa adalah Muslim dan sebagian besar menganut Islam moderat. Yang lainnya sebagian besar menganut Ortodoks dan Katolik Kristen.
Hijab dilarang penguasa komunis sementara Bosnia masih menjadi bagian dari bekas Yugoslavia sampai 1992 ketika memproklamasikan kemerdekaannya. Saat ini banyak perempuan Muslim mengenakan kerudung meski sebagian besar tidak berhijab.