Jumat 05 Feb 2016 23:12 WIB

Potret Kerukunan Muslim Keturunan Cina di Perayaan Imlek

Rep: C26/ Red: Karta Raharja Ucu
Jamaah mendengarkan Khotbah Jumat di Masjid Lautze, Pasar Baru, Jakarta. Masjid yang berarsitektur khas etnis Cina ini banyak dikunjungi Muslim keturunan Tionghoa.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Jamaah mendengarkan Khotbah Jumat di Masjid Lautze, Pasar Baru, Jakarta. Masjid yang berarsitektur khas etnis Cina ini banyak dikunjungi Muslim keturunan Tionghoa.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ketika seseorang pindah keyakinan atau agama bukan berarti harus memutuskan silaturahim dengan keluarga dan kerabat. Potret kerukunan keluarga berbeda akidah tercermin pada perayaan Tahun Baru Imlek.

Di Masjid Lautze 2 Bandung, Jawa Barat, yang menjadi tempat ibadah umat Muslim keturunan Cina, juga merayakan Imlek. Tapi tanpa sembahyang kepada leluhur atau dewa-dewa.

Humas Masjid Lautze 2, Jesslyn R (28 tahun) menjelaskan, tidak ada acara perayaan tahun baru seperti pada umumnya. Muslim Cina Bandung merayakan dengan saling bersilaturahim dengan keluarga dan kerabat yang masih memeluk agama Khonghucu atau agama lain.

Muslim keturunan Cina, kata Jesslyn tidak lagi beribadah di Klenteng di hari raya Imlek. Mereka hanya mendatangi keluarga, sanak saudara, dan teman-teman.

"Tentu kami (Muslim Cina) yang sudah berpindah keyakinan tidak boleh menjalani ritual sembahyang di Klenteng, karena bertentangan dengan akidah sekarang. Tapi juga nggak menghilangkan secara utuh karena ada sisi silaturahim yang bisa dijalani," kata Jesslyn kepada Republika.co.id, Jumat (5/2).

Ia menuturkan, Islam sangat menganjurkan silaturahim. Karenanya dengan bersilaturahim tradisi perayaan Imlek tetap dirasa dan tetap menjunjung nilai keislaman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement