REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Situs-situs berisi konten radikal mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Pengamat terorisme Mustafa Nahrawardaya menilai perkembangan situs-situs radikal di internet kemungkinan besar dibuat oleh kelompok tertentu yang ingin membuat citra aktivis Islam buruk di mata masyarakat.
Padahal jika diperhatikan lebih jauh, Mustafa memaparkan kebanyakan situs-situs memiliki domain yang tidak berbayar. "Artinya siapa pun bisa membuat situs semacam ini dengan tujuan untuk mengesankan bahwa banyak sekali situs-situs bermuatan radikalisme," ujar Mustafa saat dihubungi Republika.co.id, Senin (1/2).
Mustafa mengatakan pemerintah harus jeli dalam melakukan pemblokiran terhadap situs-situs yang ada. Jangan sampai pembokliran turut menutup situs-situs Islam yang sebenarnya tidak mengajak berbuat radikal. Seperti misalnya dua situs Islam manjani.com dan eramuslim.com yang ikut ditutup bersamaan dengan beberapa situs lain yang berisi konten radikal.
Harus ada pembedaan antara situs yang terang-terangan mengajak berbuat radikal dengan situs yang sekedar memberitakan berita-berita konflik di Timur Tengah. Situs-situs resmi seharusnya memiliki badan hukum, struktur kepengurusan yang jelas, SK dari notaris dan alamat kantor yang jelas.
Untuk situs resmi berbadan hukum yang kedapatan menyebar paham-paham radikal harus ditangani dengan cara-cara demokratis seperti peneguran, pemanggilan pengurus dan pemberian surat peringatan sebelum akhirnya diblokir. Apabila, hal tersebut dilakukan oleh situs-situs yang tidak berbadan hukum dan tidak resmi pemblokiran bisa langsung dilakukan.
Sementara, untuk menghidnarai agar generasi muda tidak terpengaruh paham-paham radikal di intrenet, Mustofa menyarankan para generasi muda untuk segera kembali ke masjid. Mereka lebih baik diarahakan untuk mencari ilmu dan mengaji di masjid-masjid dari pada mencari ilmu di dunia maya.