REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Yayasan Peduli Sahabat Agung Sugiarto mengaku miris tentang adanya fenomena gerakan lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) ke dunia akademis. Pendiri lembaga konsultasi untuk LGBT ini pun memberi autokritik kepada umat Islam sebagai mayoritas di negeri ini.
(Baca: Kisah Sinyo, Sang Penakluk Hati LGBT).
Pria yang akrab disapa Sinyo ini menjelaskan, kepedulian kebanyakan Muslim terhadap isu LGBT masih rendah. Selama ini, kata dia, umat Islam tidak memberi wadah bagi LGBT untuk mencurahkan isi hatinya. Padahal, kata Sinyo, banyak diantara mereka yang ingin beribadah sebagaimana umat Islam pada umumnya.
Dia mengungkapkan, kebanyakan umat Islam cenderung mencaci maki para LGBT tanpa mengerti permasalahan mereka. Dia mencontohkan, banyak pondok pesantren yang mengeluarkan santrinya ketika tahu mereka menjadi LGBT. Para santri pun, kata Sinyo, dikeluarkan tanpa diberikan penjelasan. "Mereka belum mampu meninggalkan sudah dicaci maki,"kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (27/1).
Alhasil, kata Sinyo, mereka pun memilih wadah yang salah. Komunitas kajian LGBT yang justru mendekati mereka. Para LGBT itu pun merasa nyaman karena diperlakukan sebagai sahabat. Padahal, tak jarang komunitas tersebut cenderung mendorong mereka untuk tetap pada orientasi seksualnya sebagai LGBT.
Karena itu, Sinyo pun mengaku tak terkejut dengan adanya fakta bahwa banyak LGBT sudah berada di kampus-kampus. "Mereka melakukan itu sudah sejak tahun 80-an,"katanya.