REPUBLIKA.CO.ID, PANGKALPINANG -- Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPRD Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menolak Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Peredaran, Pengadaan dan Penjualan Minuman Beralkohol yang sedang dibahas di Dewan.
Ketua Fraksi PPP DPRD Kota Pangkalpinang, Depati Muhammad Amir Gandhi di Pangkalpinang, Senin, mengatakan pihaknya meminta agar Pansus dapat merevisi judul Raperda menjadi Raperda tentang Larangan Minuman Beralkohol, bukan Raperda Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Peredaran, Pengadaan dan Penjualan Mkinuman Beralkohol.
"Kami usulkan Perda Minuman Beralkohol. Walau subtansi Raperda melarang secara umum, namun tetap memberi ruang kawasan yang memang minuman beralkohol bagian dari pelayanan dan jasa seperti hotel berbintang empat dan lima," katanya.
Amir menyebutkan, secara ekonomi dengan dilarangnya minuman beralkohol tidak memberikan kerugian yang fundamental terhadap para pengusaha. Berdasarkan data asosiasisi ritel Indonesia, dampak pelarangan minuman beralkohol di gerai supermaket hanya mengurangi dua hingga tiga persen penjualan.
"Itu pun angka ini bukan didapati tidak dijualnya minuman beralkohol, melainkan turunan dari penjualan minuman beralkohol seperti rokok dan kacang," jelasnya.
Selain itu, pihaknya akan fokus pada pelarangan minuman khas daerah atau yang dikenal sebagai arak atau tuak. Selama ini, minuman itu begitu mudah diakses, dan rata-rata menjadi biang terjadinya keributan dan kasus kriminal. Biasanya yang menjadi kambing hitam adalah gerai resmi yang menjual minuman beralkohol.
"Perlu menjadi catatan bagaimana kemudian arak terbatas pada penyelenggaraan acara keagamaan saja. Kami tidak ingin ritual keagamaan dijadikan alasan pihak tertentu memproduksi arak dalam jumlah tidak terkendali," kata Amir menambahkan.