Selasa 12 Jan 2016 07:00 WIB

Menelisik Hakikat Nur (Bagian 1)

Rep: Hanan Putra/ Red: achmad syalaby
cahaya yang dideteksi dari Black Hole
Foto: NASA/ Reuters
cahaya yang dideteksi dari Black Hole

REPUBLIKA.CO.ID, Nur yang dalam Bahasa Arab diartikan dengan cahaya disebut dalam Alquran sebanyak 43 kali. Bahkan, Surat ke 24 juga diberi nama dengan An-Nur. Begitu banyaknya Alquran membahas tentang eksistensi Nur. Lantas sedalam apakah makna nur yang dibahas Alquran? Eksistensi dan urgansi kalimat nur tentu tak hanya sebatas didefenisikan dengan cahaya saja.

Secara etimologis, cahaya adalah sesuatu yang menyinari suatu obyek, sehingga obyek tersebut menjadi jelas dan terang. Menurut Pakar tata bahasa Arab Ibrahim Anis dalam al-Mujam al-Wasth, nur adalah cahaya yang menyebabkan mata dapat melihat. Sementara itu, Muhammad Mahmud Hijazi, seorang ahli tasawuf mengatakan, nur adalah cahaya yang tertangkap oleh indera, dan dengannya mata dapat melihat sesuatu. Selanjutnya pengertian ini berkembang dengan makna petunjuk dan nalar.

Penulis Tafsir al-Mizan, as-Sayyid Muhammad Husein at-Tabataba’i, pengertian awal dari kata "nur” merupakan sesuatu yang tampak dengan sendirinya. Selanjutnya, hal ini juga menyebabkan lainnya yang bersifat sensual (naluriah, implisit) menjadi tampak. 

Defenisi ini berkembang lebih luas, yaitu setiap alat indera dipandang sebagai nur atau mempunyai nur, dan dengannya hal-hal yang  sensual dapat terlihat. Selanjutnya, pengertian ini berkembang lagi hingga mencakup yang nonsensual, termasuk akal juga dikatakan sebagai nur karena ia dapat menyingkap hal-hal yang abstrak.

Ibnu Sina (980-1037), pernah ditanya tentang pengertian nur pada surah an-Nur ayat 35. Ia menjawab, kata nur mengandung dua makna, yaitu; esensial dan metaforikal. Yang esensial berarti kesempurnaan keheningan karena nur itu pada dirinya bersifat bening. Sedangkan makna metaforikal harus dipahami dalam dua cara, yaitu; sebagai sesuatu yang bersifat baik, atau sebagai sebab yang mengarahkan kepada yang baik.

Sedangkan pakar Tafsir Al-Isfahani. Ia membagi pengertian nur kepada arti material (duniawi) dan arti spiritual (ukhrawi). Nur dalam arti material adalah cahaya yang dapat dilihat dan ditangkap di dunia. Arti ini dibedakan menjadi dua, yaitu; arti abstrak, yakni cahaya yang hanya dapat ditangkap oleh mata hati (basirah), dan kedua, arti konkret atau sensual (makhsus), yakni cahaya yang dapat ditanggap oleh mata kepala. Sedang nur dalam arti spiritual ialah cahaya yang akan dilihat di akhirat kelak.

Dalam Alquran, kata nur paling tidak memiliki arti dalam tiga kemungkinan. Pertama, cahaya itu sendiri. Hal ini seperti terdapat dalam surat Yunus ayat 5, “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan memiliki nur (bercahaya). Dan Dialah yang menetepkan tempat-tempat orbitnya.”

Kedua, bermakna petunjuk. Hal ini seperti yang  terdapat dalam surat al-Hadid ayat 9, “Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang (Al Qur'an) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada nur (cahaya).”

Ketika, bermakna Alquran. Hal ini seperti yang terdapat dalam surat at-Tagabun ayat 8,” Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (Alquran) yang telah Kami turunkan.”

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement