Senin 28 Dec 2015 23:59 WIB

Selamatkan Kiblat Bangsa

Peta Indonesia
Foto: wikipedia
Peta Indonesia

Oleh: Prof. Didin Hafidhudin

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang menghormati nilai-nilai agama. Oleh karena itu, dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dalam UUD 1945, seperti pernah disampaikan oleh proklamator kemerdekaan dan wakil presiden RI pertama, almarhum DR H Mohammad Hatta, tidak cukup hanya dimaknai sebagai dasar untuk hormat-menghormati antarumat beragama, tetapi dasar Ketuhanan Yang Maha Esa seharusnya menjadi dasar yang memimpin ke jalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran, dan persaudaraan. Pemerintahan negara pada hakikatnya tidak boleh menyimpang dari jalan lurus untuk mencapai kebahagiaan rakyat dan keselamatan masyarakat, kata Bung Hatta.

Demikian pula pembangunan politik dan mekanisme demokrasi yang dijalankan tidak boleh kian merusak jati diri bangsa dengan membiarkan suburnya praktik politik uang, perilaku elite yang tidak peduli dengan penderitaan rakyat, mengorbankan kepentingan negara dan rakyat untuk kepentingan pribadi, etnik, dan golongan, serta konflik dan kegaduhan berkepanjangan yang melemahkan kekuatan bangsa.

Di lapangan perekonomian pemerintah semestinya mengedepankan kedaulatan rakyat daripada kedaulatan pasar. Peranan modal asing dalam memajukan pertumbuhan ekonomi nasional haruslah dengan syarat dan batasan yang jelas. Selain itu, pemerintah harus melindungi modal dan tenaga manusia Indonesia dalam rangka menjaga kepentingan nasional. Bangsa Indonesia harus menjadi tuan rumah ekonomi yang berdaulat di negeri sendiri.

(Baca: Krisis Jati Diri)

Sumber daya alam dan sektor-sektor ekonomi yang strategis haruslah tetap dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pertumbuhan dan hasil-hasil kemajuan ekonomi harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan rakyat Indonesia di seluruh pelosok Tanah Air sebagai upaya meningkatkan derajat penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Negara dan pemerintah tidak boleh membiarkan terbentuknya jurang kesenjangan antara yang kaya dan miskin.

Begitu pun terkait dengan pendidikan, tidak cukup pendidikan hanya dipandang sebagai upaya membangun sumber daya manusia yang mampu bersaing dengan bangsa lain. Pendidikan bangsa haruslah dilandasi filosofi dan visi besar untuk melahirkan manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berkarakter sehingga memberi manfaat dan maslahat bagi bangsa dan umat manusia.

Pemerintah harus mampu mencegah industrialisasi dan komersialisasi pendidikan yang bertentangan dengan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Di samping itu, pembangunan dan pelestarian kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional haruslah dilandasi strategi menyeluruh, tidak parsial, dan tidak mengembangkan tradisionalisme, sinkretisme, dan mistisisme yang tidak sejalan dengan jiwa bangsa Indonesia yang beragama.

Patut diperhatikan promosi simbol-simbol kebudayaan bangsa, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, haruslah mengedepankan jati diri bangsa, pengaruh agama Islam dalam kebudayaan Indonesia yang sudah mengakar di nusantara sejak berabad-abad lampau tidak selayaknya dimarginalkan. Pemerintah justru diharapkan mampu menjaga dan memperkuat nilai-nilai budaya bangsa, termasuk pelestarian bahasa daerah dan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa, di tengah derasnya hegemoni budaya global.

Kondisi aktual dan faktual yang menyimpang dari cita-cita dan tujuan bernegara tidak boleh dibiarkan, tapi harus dikoreksi. Perlu ada kesadaran baru dan gerakan di kalangan elite pemimpin dan segenap komponen bangsa untuk menyelamatkan "kiblat bangsa." Mari selamatkan kiblat bangsa untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Masih belum terlambat. Insya Allah. Wallahu a'lam bisshawab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement