Rabu 23 Dec 2015 23:07 WIB

Pasang Surut Pendidikan Agama Islam di Turki

Rep: c38/ Red: Agung Sasongko
Istanbul
Foto: visit2istanbul.com
Istanbul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Turki telah berulang kali mengalami perubahan model pemerintahan. Negara ini merupakan pusat kekhalifahan Islam pada masa Turki Utsmani, tapi juga pernah menjadi negara sekuler semasa Mustafa Kemal Attaturk.

Perubahan politik itu turut mempengaruhi karakter pendidikan agama. "150 tahun terakhir, pendidikan agama di Turki mengalami perubahan yang sangat besar dan mendasar," kata Prof Ergun Yildirim dari Universitas Marmara, Istanbul dalam Konferensi Pendidikan Islam Jakarta-Istanbul yang diselenggarakan MUI DKI Jakarta, Rabu (23/12).

Yildirim menjelaskan, di lingkungan sosial Utsmani terdapat dua lembaga pendidikan keagamaan, yaitu madrasah dan darwis (pondok). Apabila darwis bersifat informal, madrasah adalah tempat yang mengajarkan pendidikan formal, logis, dan ilmiah berdasar pendidikan agama.

Pada akhir era Ustmani, lanjut dia, modernisasi sangat berpengaruh pada struktur budaya, politik, pendidikan, dan militer. Modernisasi pendidikan dilakukan bersamaan dengan dibukanya lembaga pendidikan 'sekuler', seperti mulkiye (layanan sipil), harbiye (akademi militer), dan tibbiye (sekolah kedokteran). Pendidikan agama diajarkan dengan pengembangan sesuai bidang terkait.

(Mufti Turki: Dalam Berdakwah, Ulama Butuh Bekal Ilmu)

Situasi berubah pada masa republik. Yildirim menerangkan, ilmu-ilmu eksakta menjadi dominan, dibarengi dengan penutupan lembaga pendidikan agama. Kebijakan ini dituangkan dalam suatu keputusan hukum yang radikal, yaitu memisahkan pendidikan umum dan pendidikan agama.

Pada 1924, pemerintah mengeluarkan keputusan tentang Tevhid-i Tedrisat. Dengan aturan tersebut, seluruh pendidikan dimonopoli pemerintah dan dirancang dengan gaya sekuler. Zawiyah dan pondok ditutup. Kursus Alquran dipertahankan secara sembunyi-sembunyi.

Langkah tersebut memiliki pengaruh luas di bidang pendidikan. Pasalnya, sudah sejak lama, berbagai bidang studi dengan topik amat luas dikembangkan di sini. Para penulis dan cendekiawan lahir dari pondok-pondok untuk waktu sekian lama.

Setelah Turki masuk sistem multi partai, kata Yildirim, demokrasi memberi jalan bagi revitalisasi pendidikan agama. Pendidikan agama kembali diajarkan di sekolah-sekolah, bahkan diwajibkan. Dalam takaran tertentu, tipologi pendidikan agama yang bercirikan nasionalisme, sekularisme, dan positivisme terap dipertahankan.

Namun, iklim keagamaan telah lebih bebas dan terbuka. Pekan lalu, tambah dia, AKP telah mengusulkan pembukaan kembali pondok-pondok.  Yildrim optimistis, "pendidikan agama oleh masyarakat dapat dibuka kembali di Turki."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement