REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alquran terjemahan berbahasa daerah, Kamis (3/12), diluncurkan sebagai langkah mengakomodasi masyarakat di daerah yang tidak memahami bahasa Indonesia secara baik.
Diharapkan, terjemahan Alquran berbahasa daerah ini tetap sesuai arti sesungguhnya dengan merujuk naskah asli ayat Alquran berbahasa Arab, bukan merujuk terjemahan bahasa Indonesia.
Ketua Lajnah Pentashihan Alqur'an Kemenag, Mukhlis Hanafi mengatakan, terjemahan Alquran berbahasa daerah adalah karya dari Puslitbang (Pusat Penelitian dan Pengembangan) Lektur dan Khazanah Keagamaan di Kemenag. Namun, penerjemahan ini harus tetap merujuk pada ayat Alquran yang telah ditashihkan.
Dengan demikian, lanjut dia, terjemahan Alquran berbahasa daerah tersebut mampu menghindari distorsi kata yang tidak sesuai dengan makna teks asli Alquran. "Penerjemahan Alquran dalam bahasa daerah harus tetap merujuk pada teks asli ayat Alquran atau ayat Alquran hasil Lembaga Pentashihan," katanya kepada Republika.co.id, Jumat (4/12).
Walaupun ia tidak meragukan kinerja Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Kemenag, kekhawatiran terjadinya distorsi terjemahan tersebut perlu ada. Ini penting untuk menjaga kualtitas terjemahan Alquran berbahasa daerah.
"Lembaga tashih ingin mengingatkan distorsi kata-kata dalam penerjemahan itu sangat mungkin terjadi," ujarnya.
Apalagi, ia menambahkan, bahasa daerah dengan kata-kata terbatas tentu tidak dimungkinkan ada perbedaan arti Alquran. Karena itu, perlu melibatkan bukan hanya pakar bahasa daerah tersebut, melainkan juga mereka yang memahami tafsir Alquran secara baik sekaligus memahami bahasa daerah yang dituju.
"Bukan hanya melibatkan akademisi, melainkan juga orang orang yang memiliki pemahaman sangat baik terhadap tafsir Alquran," katanya.