REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Edy Suandi Hamid menilai ekonomi Islam perlu diterapkan dalam menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
“Ekonomi Islam atau halal industry bisa diharapkan memainkan peran penting dalan skema MEA,” ujar Edy di Jakarta, Rabu (2/12).
Lantaran negara-negara ASEAN memainkan peran signifikan dan merupakan pemain-pemain kunci dalam ekonomi Islam secara global. Dalam hal ini, baik sebagai konsumen maupun produsen.
Secara keseluruhan, kata Edy, terdapat tiga negara anggota ASEAN yang masuk ke dalam 15 ekonomi Islam terbesar dunia. Ketiga negara itu, yakni Malaysia, Indonesia, dan Brunei. Ketiganya bersanding dengan Uni Emirat Arab, Bahrain, Qatar, Saudi Arabia, dan negara Islam lainnya.
Berdasarkan Global Islamic Economy Index Score, Edy menerangkan, Malaysia berada pada posisi paling tinggi atau peringkat pertama. Posisi selanjutnya diikuti Indonesia yang berada pada peringkat 12 dan Brunei ke-13. Menurut dia, pencapaian Malaysia ini karena aktivitas makanan halal, keuangan Islam, farmasi serta kosmetiknya.
Selain negara Muslim, negara non-Muslim juga mengambil peranan penting dalam ekonomi Islam. Dia mencontohkan, Singapura ikut mengembangkan wisata dan farmasi serta kosmetik yang Islami. Bahkan, Thailand menjadi pengekspor terbesar makanan halal di Asia Tenggara.
Mantan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) ini menyatakan fashion merupakan potensi besar bagi ASEAN. Selama ini belanja Muslim untuk produk pakaian dan alas kaki dinilai telah mencapai 266 juta dolar AS terutama pada 2013.
“Kondisi ini bisa dimanfaatkan oleh anggota ASEAN,” kata Edy.