Jumat 20 Nov 2015 08:00 WIB

Kepemimpinan Indonesia Sudah Kehilangan Rasa Hikmah

Rep: C27/ Red: Winda Destiana Putri
 Mantan Menpora Adhyaksa Dault (kiri) bernyanyi bersama musisi senior Jelly Tobing pada acara pendaulatan Adhyaksa Dault sebagai calon DKI 1 di Hotel Wisma Atlet, Jakarta, Jumat (9/10). (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Mantan Menpora Adhyaksa Dault (kiri) bernyanyi bersama musisi senior Jelly Tobing pada acara pendaulatan Adhyaksa Dault sebagai calon DKI 1 di Hotel Wisma Atlet, Jakarta, Jumat (9/10). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagian dari sila keempat dari Pancasila dianggap telah hilang di Indonesia. Bahkan, kini dapat dikatakan negeri ini  mulai kehilangan hikmah yang seharusnya bisa didapat dari pihak pemimpin pemerintahan. Ditengari salah satu penyebabnya adalah dengan munculnya proses  pemilihan secara langsung.

"Kenapa bisa muncul pemilihan langsung? Karena kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanan dan permusyawaratan yang harusnya ada hikmah di dalamnya itu hilang," ujar Adhyaksa Dault pada pembuka diskusi bedah buku Pilkada: Penuh Euforia, Miskin Makna di perpustakaan MPR RI Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (19/11).

Mencutanya nama Adhyaksa Dault sebagai pesaing Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di pilkada 2017 membuat dia mulai menampilkan diri dalam pembicaraan politik. Termasuk menanggapi pilkada serentak yang akan  berlangsung beberapa pekan lagi.

Adhyaksa menilai, saat ini masyarakat Indonesia masuk dalam masa krisis kepercayaan pada pemimpin, baik di bidang eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sehingga menyebabkan masyarakat memutuskan ingin memilih langsung orang-orang yang bisa memimpin.

"Rakyat perlu wakil-wakil yang penuh dengan hikmah, dan dapat dipunyai kepercayaan," kata Ketua Kwartin Nasional Pramuka itu.

Menurutnya, jika pemimpin memiliki hikmah dalam pelaksanaan tugas negara, maka mereka tidak akan berani melakukan hal macam-macam. Karena hikmah dinilai sudah hilang dalam diri pemimpin, sehingga masyarakat mencari model lain, yaitu memilih secara langsung.

"Kalau hikmah dan kebijaksana sesuai dengan apa yang kita jaga maka tidak akan  ada pemilihan langsung," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement