REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI -- Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, keragaman agama, ras dan etnis di negara ini harus dilihat sebagai keberkahan yang saling melengkapi, mendukung dan saling mengisi kekurangan.
"Keberagaman yang ada, tidak perlu diseragamkan, karena di balik keberagaman itu sesungguhnya terdapat keberkahan yang luar biasa," kata Menang Lukman saat membuka pertemuan 1.000 tokoh lintas agama se Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) di Kendari, Ahad (15/11).
Menurut dia, dengan keberagaman maka setiap penganut agama, ras atau suku bisa melihat kekurangan dan kelemahan masing-masing dan bisa menjadikan kekurangan atau kelemahan tersebut sebagai kekuatan memperbaiki diri.
Setiap agama, kata dia, memiliki ajaran paling sempurna dan paling baik di mata para penganutnya, namun belum tentu sempurna di mata penganut agama yang berbeda. "Menganut agama ibaratnya mencitai istri. Istri di mata saya yang paling cantik di dunia, tapi tidak boleh saya mengatakan istri orang lain itu jelek," katanya.
Demikian pula dengan penganut agama tertentu, boleh menganggap agama dianutnya paling baik dan paling sempurna, namun tidak boleh menganggap agama lain buruk atau jelek. "Kalau ada penganut agama tertentu menganggap agama lain tidak baik, maka itulah yang menjadi pemicu timbulnya konflik agama. Sikap-sikap seperti itu tidak boleh dibiarkan dan harus dihindari," katanya.
Karena itu, kata dia, pertemuan 1.000 tokoh lintas agama di daerah ini diharapkan dapat melahirkan kesepakatan antarumat beragama untuk bersama-sama menjaga, melindungi dan memelihara kerukunan antarumat beragama yang sudah terjalin dengan baik.
"Untuk alasan apa pun, tidak dibenarkan melakukan tindak kekerasan yang merugikan banyak pihak, bahkan sampai menelan korban jiwa seperti yang terjadi di Paris atau Lebanon baru-baru ini," katanya.