REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat terorisme Mustafa Nahrawardaya menilai pendidikan terorisme pada pelajar tidak diperlukan. Menurutnya, upaya tersebut justru akan menjadi pemborosan dan kurang produktif untuk menekan penyebaran paham terorisme.
"Metode ini terbalik. Pemerintah mestinya memberi pendidikan pada pelaku teror, keluarganya, dan lingkungan sekitarnya. Biaya lebih rendah, manfaat lebih besar," ujar Mustofa kepada Republika.co.id, Kamis (12/11).
Sebelumnya, Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Nurlena Rifa'i menilai perlu ada pendidikan terorisme dan radikalisme kepada murid di sekolah. Akan tetapi, Mustafa berpandangan berbeda. Ia menilai hal itu justru akan memberatkan anggaran negara dan kurang efektif.
Ia menjelaskan, isu terorisme adalah persoalan kompleks. Generasi muda, dia mengatakan, memang rentan terhadap bujukan terorisme. "Jangankan anak kecil, mahasiswa juga tidak paham," ujarnya.
Meski begitu, Mustafa menilai upaya deradikalisasi saat ini masih salah sasaran. Ia menilai yang perlu dilakukan adalah mencegah supaya pelaku tidak menularkan, bukan mencegah orang agar tidak tertular. "Upaya deradikalisasi basa-basi dan tidak bermanfaat," ujarnya.
Terlebih, Mustafa mengatakan, perlu ada definisi tentang terorisme yang disepakati seluruh pihak. Menurutnya, hal ini penting jika ingin memberikan penjelasan terorisme pada para siswa supaya tidak melebar.
Mustafa lantas mendorong pemerintah untuk lebih mementingkan peningkatan pendidikan agama, moral, dan budi pekerti guna mencegah terorisme.