Jumat 30 Oct 2015 19:29 WIB

Soal Pro-Kontra Hukum Kebiri, Ini Pandangan MIUMI

Rep: Hanan Putra/ Red: Agung Sasongko
Kebiri kimia (ilustrasi)
Foto: www.sydneycriminallawyers.com.au
Kebiri kimia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di antara pendapat pro-kontra soal hukuman kebiri ini, ada juga pendapat yang lebih moderat dari kalangan ulama kontemporer. Misalnya, kalangan Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI).

Ketua MIUMI KH Hamid Fahmy Zarkasy mengatakan, pemerintah boleh-boleh saja menjadikan kebiri sebagai salah satu pilihan hukuman bagi terpidana kasus pedofilia. Namun, ijtihad seorang hakim dalam menjatuhkan hukuman sangatlah menentukan.

Tidak seluruh kasus yang akan mendapat hukuman kebiri. Hakim bisa berijtihad dengan kaidah fikih ad dharuratu tubihu al-mahdhurat (keadaan terdesak dapat membolehkan hukuman yang sebenarnya terlarang).

Kondisi darurat yang dimaksudkan kaidah fikih ini benar-benar sesuai dengan definisinya, yakni sudah pada tahap mengancam jiwa. Misalnya, pelaku pedofilia residivis tersebut melakukan tindakan pembunuhan atau penyiksaan secara sadis kepada korbannya. Atau, bila hasratnya tidak terpenuhi, ia bisa menghilangkan nyawa korban.

Sama kondisinya seperti seorang yang boleh memakan makanan yang haram jika sudah dalam kondisi kelaparan yang mengancam nyawanya. Sementara, ia tak menemui makanan yang halal. Kesimpulannya, pemberlakuan kebiri tak bisa dipukul rata bagi semua pelaku. Di sinilah kearifan para fuqaha dan hakim dalam berijtihad sangat diperlukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement