Kamis 22 Oct 2015 20:51 WIB

MUI: Maluku Butuh Pesantren Pencetak Kader Ulama

Seminar Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Seminar Majelis Ulama Indonesia (MUI).

REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Ketua I Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Maluku, Abidin Wakano mengatakan Provinsi ini membutuhkan pesantren yang bisa menghasilkan pemuka-pemuka agama Islam berkualitas di daerah, sehingga mampu memahami berbagai persoalan masyarakat Muslim dengan baik.

"Saya rasa kita memang perlu pesantren yang bisa menelorkan ulama maupun ustadz yang berkualitas, karena rata-rata di sini bukan lulusan pesantren yang sudah pasti pemahamannya tidak seperti seorang santri yang terdidik pemikiran dan pengetahuannya mengenai esensi Islam dan Alquran sesungguhnya," katanya di Ambon, Kamis (22/10).

Abidin yang juga Direktur Ambon Rekonciliation and Mediation Center (ARMC) mengatakan, kebutuhan akan pesantren sangat penting karena mereka memiliki kurikulum pendidikan tersistem, sehingga tidak hanya mampu mendidik murid-muridnya dengan ilmu-ilmu keislaman yang lebih terfokus, baik dari segi teori maupun praktik, tapi juga pengetahuan umum lainnya.

Sedangkan saat ini Maluku hanya memiliki sekolah-sekolah umum berbasis agama seperti, Madrasah, Ibtidayah dan Aliyah yang tentunya tidak cukup untuk mendidik seseorang muslim menjadi ustadz dan ulama, bahkan pemuka agama.

"Mereka yang terdidik dengan pengetahuan agama yang baik akan lebih paham dengan apa yang dibutuhkan dalam menangani beragam persoalan di masyarakat. Kita Memang ada pesantren Al-Khairat untuk tingkat SMP tapi sistemnya bukan sekolah khusus seperti pesantren pada umumnya, tidak cukup untuk menghasilkan seorang ulama," katanya.

Lebih lanjut, Abidin mengatakan dunia pesantren yang sebelumnya dipandang kolot dan tidak modern oleh kebanyakan masyarakat awam, pada perkembangannya santriwan/santriwati yang saat ini jauh lebih berkembang dan menguasai hampir segala bidang profesi.

Bahkan tak sedikit "kaum sarungan" yang memberikan sumbangsih pikiran dalam perkembangan Islam modern di Indonesia dan pembangunan bangsa.

"Mereka belajar khusus, kitab kuning misalnya, bahkan tidak semua orang di Arab bisa membacanya, begitu juga dari segi bahasa, bukan hanya bahasa Arab yang dikuasai, lihat saja menteri-menteri pendidikan kita mereka pernah berada di pesantren," tandas Abidin.

Dengan ilmu dan pengetahuan agama Islam yang baik, menurut Abidin, seorang santri tidak akan mudah terpengaruh dengan doktrin-doktrin sesat berasaskan agama oleh kelompok-kelompok radikal. "Santri priyayi dan abangan baru tahu satu atau dua ayat (Alquran) sudah merasa paling pintar, orang yang pengetahuan agamanya tidak cukup baru dicekoki satu ayat saja sudah percaya," tegas Abidin Wakanno.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement