REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin berharap peringatan Hari Santri Nasional harus mampu meningkatkan peran santri dalam kontribusi membangun bangsa. Jangan hanya mengenang perjuangan santri dan ulama pada masa pra kemerdekaan dulu.
"Hari nasional itu merupakan momentum untuk lompatan ke depan. Seperti memperingati hari kemerdekaan. Kalau (hari santri) ini agak romantis ke belakang, ke depannya enggak tahu," ujar Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini saat ditemui usai menjadi pembicara pada Seminar Nasional Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat 2015, yang digelar Universitas Islam Bandung, di Bandung, Kamis (22/10). Dalam kesempatan itu, hadir juga Menteri Kesehatan Nila Djuwita Moeloek sebagai pembicara kunci.
Din pun menyayangkan peringatan Hari Santri ini karena tidak dimasukkan ke dalam kalender libur nasional. Hari santri, tak dijadikan hari libur jadi kontra produktif. Peringatannya hanya di masing-masing pesantren kumpul-kumpul kayak istigosah, majelis taklim, dan masjid.
"Saya rasa enggak cukup itu," kata Din seraya menegaskan pentingnya pemikiran untuk kehidupan ke depan, bukan senang melihat ke belakang.
Dikatakan Din, pemerintah tidak melibatkan banyak ulama dalam menetapkan Hari Santri ini. Sayangnya, ini tidak dibicarakan dengan tokoh-tokoh lainnya, ormas Islam. "Tidak sekedar menyetujui, tapi apa formatnya, sehingga Hari Santri tidak sekedar mengingat hari resolusi jihad," katanya.
Kendati begitu, Din memandang tidak perlu adanya pergantian Hari Santri. Terlebih, ini merupakan bentuk apresiasi pemerintah terhadap pendidikan Islam. "Mohon maaf, ini tidak ada sentimen antar kelompok. Cuma kalau saya, sayang sekali kalau enggak bersuara. Karena bisa saja ada masalah," katanya.