Ahad 18 Oct 2015 15:27 WIB

Jumlah PNS Perempuan yang Ajukan Cerai Meningkat (1)

Rep: c12/ Red: Damanhuri Zuhri
Perceraian/ilustrasi
Foto: familylawyerblog.org
Perceraian/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Perceraian di kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) hingga kini masih terus terjadi. Kebanyakan PNS yang menggugat cerai, yakni perempuan. Faktor ketidakpuasan finansial terhadap suami menjadi penyebab utama perceraian.

Wakil Panitera Pengadilan Agama Cimahi, Dedeng, menuturkan, rata-rata terdapat pengadilan yang meliputi wilayah Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Cimahi itu menerima dua kasus perceraian dalam sebulan yang diajukan oleh PNS. "Tiap bulan selalu ada PNS perempuan yang menggugat cerai suaminya," ungkap Dedeng belum lama ini.

Dalam sebulan, ada saja PNS yang mengajukan konsultasi soal kondisi di rumah tangganya. Mereka datang untuk meminta pandangan bagaimana sebaiknya atau seharusnya saat menghadapi rintangan di lingkup keluarganya. "Ada juga, jadi sebelumnya mereka konsultasi dulu. Minta pandangan bagaimana baiknya," kata dia.

Faktor penyebab perceraian itu sendiri yakni karena tidak adanya pertanggungjawaban dari pihak suami untuk memenuhi kebutuhan baik itu kebutuhan finansial ataupun psikologis. Selain itu, juga ada faktor penyebab berupa perselingkuhan yang dilakukan oleh pihak suami.

"Biasanya karena tidak ada pertanggungjawaban dari suami, atau karena tergugatnya (suami) itu melakukan komunikasi dengan pihak ketiga," tutur dia.

Tak hanya itu, terkadang perceraian juga disebabkan oleh adanya intervensi dari pihak luar. Misalnya orang tua dari salah satu pihak, suami ataupun istri, ikut campur dalam urusan rumah tangga anaknya.

Sehingga, kadang kala itu menimbulkan dorongan tersendiri untuk membuat keputusan cerai terhadap pasangannya. "Itu salah satu penyebab di samping ekonomi," tutur dia.

Terkait faktor ekonomi yang menjadi penyebab perceraian, biasanya faktor tersebut sering timbul karena ada rasa ketidakpuasan terhadap total pendapatan yang diterima.

Sebab, di sisi lain, ada tuntutan yang harus dipenuhi, misalnya untuk membayar cicilan rumah, dan untuk biaya kebutuhan anak. "Jadi mereka merasa tidak cukup dengan itu (gaji). Atau suami misalnya enggak ngasih," kata dia.

Bahkan, sering muncul kasus di mana suami ikut nimbrung dengan pendapatan yang diperoleh istrinya yang berprofesi sebagai PNS. Sedangkan, suaminya sendiri pengangguran, atau, gaji yang diterima suami lebih kecil ketimbang istri. "Muncul rasa jengkel sehingga mengajukan (cerai)," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement