REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto berharap, kalangan santri bisa terlibat aktif mencegah kejahatan seksual terhadap anak sebagai salah satu bentuk jihad.
"Presiden Joko Widodo telah menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Seiring dengan maraknya kasus kejahatan seksual terhadap anak, hal itu bisa menjadi momentum bagi kalangan santri untuk berjihad," kata Susanto melalui pesan singkat di Jakarta, Jumat (16/10).
Anggota Komisi Pendidikan dan Pengaderan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat itu mengatakan, Hari Santri perlu menjadi momentum bagi kalangan santri untuk memberikan sumbangannya mencegah kejahatan seksual terhadap anak dengan berbagai cara.
Menurut Susanto, kejahatan terhadap anak sudah dalam taraf membahayakan, tetapi tidak semua kasus terungkap kepada publik. Bila tidak ada tindakan secara besar-besaran atau masif yang nyata maka Indonesia bisa kehilangan generasi yang berkualitas.
"Untuk menekan kasus kejahatan terhadap anak, upaya fundamental yang perlu dilakukan adalah perubahan pola pikir masyarakat yang permisif terhadap kekerasan menjadi tanpa kekerasan dan ramah anak," tuturnya.
Susanto mengatakan, kaum santri memiliki peran strategis karena secara kultural dekat dengan masyarakat, ditokohkan, dan menjadi figur tempat masyarakat berkonsultasi.
"Karena itu, KPAI mengajak kaum santri agar ikut mengampanyekan pentingnya mencegah kejahatan terhadap anak melalui berbagai forum, baik khutbah jumat, dakwah, majelis taklim, pembelajaran di pesantren, madrasah, dan dalam kegiatan sosial masyarakat lainnya," katanya.