Kamis 15 Oct 2015 19:40 WIB

Din: Watak Sejati Agama Jangan Disalahgunakan

Aparat Kepolisian dan TNI berjaga di lokasi pasca kerusuhan di Desa Suka Makmur, Kec Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, Aceh, Rabu (14/10)
Foto: Antara/Moonstar Simanjuntak
Aparat Kepolisian dan TNI berjaga di lokasi pasca kerusuhan di Desa Suka Makmur, Kec Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, Aceh, Rabu (14/10)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsudin mengingatkan umat berbagai agama agar jangan menyalahgunakan watak sejati agama yang pro-perdamaian, kerukunan, dan kasih sayang.

"Umat berbagai agama harus makin menyadari bahwa agama sejatinya sangat properdamaian, kerukunan, kasih sayang. Itu watak sejati agama, makanya jangan disalahgunakan," kata Din di sela-sela Rembuk Nasional Tokoh Agama Menanggapi Perusakan Lingkungan Hidup dan Menahan Laju Perubahan Iklim di Jakarta, Kamis (15/10).

Hal mendasar ini, katanya, harus terus-menerus diberikan lewat pendidikan, ceramah, hingga khutbah keagamaan. Selain itu, nilai-nilai yang menyatukan yakni Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika harus terus ditanamkan pada masyarakat dan hal ini menjadi tanggung jawab negara.

Apabila sudah ada yang hendak melanggar hukum, katanya, tentu pencegahan menjadi penting. "Kalau ada massa bergerak dalam jumlah besar dari tempat agak jauh kan bisa diantisipasi, sehingga bisa dicegah aparat," katanya.

Maka dari itu, ia mengatakan peran intelijen dan pencegahan oleh aparat harus nyata di lapangan.

Sementara itu, terkait dengan pembangunan rumah ibadah di satu lokasi, Din mengatakan agar seluruh umat beragama harus mengintrospeksi diri. "Kalau di satu tempat, contoh di Tolikara, Papua, masyoritas memeluk agama Kristen maka kalangan Muslim harus tahu diri, tidak perlu banyak masjid, mungkin cukup satu atau dua saja. Sebaliknya, contoh di Aceh yang masyoritas penduduknya memeluk Islam ya jangan lebih banyak gerejanya," ujar Din.

Ia juga mengumpamakan kondisi di Denpasar yang mayoritas beragama Hindu karena itu sulit untuk membangun masjid atau mushalla, namun umat Islam di sana menaati peraturan yang mengikuti kondisi tersebut.

"Di daerah lain harusnya juga bisa melakukan hal sama".

Jika hal-hal semacam itu tidak diperhatikan, ia mengatakan kadang bisa jadi faktor pemicu konflik. Dan jika hal tersebut sudah terjadi, kalangan agama pun akan sulit meredam. Apalagi, lanjutnya, jika ditambah dengan faktor pemicu lain yakni politik, maka kerancuan akan semakin terjadi.

sumber : Antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement