REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam kisah lain, responden mengisahkan bagaimana 10 wanita Khmer (Muslim dan non-Muslim) dipaksa menjadi budak seks untuk kelompok milisi muda. Setelah tiga sampai tujuh hari perkosaan, mereka dibunuh.
"Agama dicerca oleh Khmer Merah.Komunitas Muslim menjadi sasaran karena perbedaan bahasa, makanan, pakaian, dan cara berdoa. Dalam lingkungan xenofobia, kekerasan seksual muncul menjadi metode Khmer Merah untuk menekan kelom pok minoritas," demikian laporan se buah lembaga bantuan hukum lokal, the Cambodian Defenders Project (CDP).
Mereka melakukan wawancara de ngan 105 korban dan saksi. Responden melaporkan, pelecehan seksual dan pemerkosaan perempuan Cham menjadi hal yang lumrah. Korban Cham dibungkam dengan ancaman atau diperkosa sebelum dieksekusi.
Sebuah buku karangan akademisi Muslim Cham, Farina So, berjudul The Hijab of Cambodia: Memories of Cham Mus lim Women After the Khmer Rouge juga memerinci kasus perempuan Cham yang dipaksa menikah dengan pria Khmer un tuk memecah belah kelompok etnis. "Saya dipaksa untuk membuat komitmen (menikah). Saya masih sangat kecil. Saya baru ber usia 10 tahun lebih. Bagaimana aku bisa protes?" ungkap salah satu korban.
Meluas Kekerasan meluas, tapi hanya sedikit korban yang berani bersuara lantaran takut menerima pembalasan. Saksi mata yang menyaksikan insiden itu pun memilih bungkam. Menurut Cambodian Genocide Program, Yale University, penggalian terha dap sejumlah situs kuburan massal memperlihatkan lebih dari 1,7 juta rakyat kehilangan nyawa akibat eksekusi, kelaparan, dan kerja paksa.
Jumlah itu setara dengan 21 persen dari total populasi negara. Lebih tinggi lagi, BBC menyebut tak kurang dari 2 juta warga Kamboja mati di bawah kebijakan rezim Pol Pot dan tindakan anggota Khmer Merah. Seperti terekam dalam The Killing Fields (1984), generasi hari ini masih dapat menemukan ladang-ladang pembantaian massal di negara itu.
Sejarah adalah masa lalu, sekaligus cermin masa depan. Rezim Khmer Merah tumbang setelah serangan Vietnam pada 1979. Pascakejatuhan Pol Pot, angin segar mulai menerpa komunitas Muslim dan rakyat Kamboja secara umum.
Pada masa Pol Pot, dapat dikatakan, hampir seluruh masjid yang berjumlah 113 buah di wilayah ini hancur dan ti dak terawat. Atas bantuan lembaga Islam internasional, sarana keagamaan yang terbengkalai kembali diperbaiki. Pemerintah Kamboja kini mengabadikan kebebasan beragama dalam konstitusi negara.