REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi seorang mukmin, berputus asa adalah perkara yang sangat diharamkan. Allah SWT menyebut orang yang berputus asa berarti jatuh pada kekafiran [QS Yusuf [12]:87]. Apalagi, soal jodoh yang menjadi hal besar dalam kehidupan seseorang. Putus asa dalam hal jodoh terancam dilaknat Rasulullah SAW, yang bisa berdampak dikeluarkan dari umat beliau.
Sekretaris Jenderal Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Ustaz Bachtiar Nasir mengatakan, sebelum mencari jodoh, harus dikuatkan pemahaman tentang jodoh itu sendiri. Menurutnya, setiap orang memiliki jodohnya masing-masing dan tidak ada kata terlambat jika belum bertemu jodoh. "Setelah pemahaman ini baik, baru masuk dalam proses mencari jodohnya. Jika dua hal ini tidak dipahami dengan baik, orang akan kecewa jika belum bertemu jodoh," jelasnya. Simak petikan wawancara selengkapnya dengan wartawan Republika, Hannan Putra.
Apa kaidah yang perlu diperhatikan dalam mencari jodoh?
Dari kacamata tauhid, tidak ada istilah terlambat dalam mencari jodoh. Pemahaman ini harus diperbaiki agar tidak ada kegelisahan. Berapa pun usianya, tetap berikhtiar untuk menemukan jodoh.
Selanjutnya, yakinlah kita bahwa seluruh ciptaan Allah SWT pasti berpasangan. Hanya Allah SWT saja yang tidak punya pasangan. Selain Allah SWT, wajib ada pasangannya. Ini yang diterangkan dalam, "Dan segala sesuatu kami ciptakan ber- pa sang-pasangan supaya kamu mengingat ke be saran Allah." (QS adz-Dzariyat [51]: 49). Dua poin ini dipahami dan duduk dalam akidah.
Setelah pemahaman ini baik, baru masuk dalam proses mencari jodohnya. Jika dua hal ini tidak dipahami dengan baik, orang akan kecewa jika belum bertemu jodoh. Bisa jadi, dia akan berputus asa dan memutuskan untuk melajang saja hingga akhir hayatnya.
Fenomena lama menanti jodoh apa penyebabnya?
Orang yang sudah berumur tapi belum juga bertemu jodoh, sebenarnya dari dulu-dulu sudah ada. Artinya, ini bukanlah perkara baru di zaman sekarang. Kebiasaan kita dalam masyarakat, laki-laki ada dalam posisi mencari, sementara perempuan posisi menunggu.
Jika ada perempuan yang sudah telanjur berumur, sementara belum juga dipilih oleh laki- laki, ini kita anggap sebuah proses dalam tatanan ilahiah. Proses ini terus berjalan. Jadi, kita tidak boleh menyalahkan keadaan sehingga mencari- cari kambing hitam dari persoalan ini.
Memang ada masalah-masalah sosial yang timbul akibat lama belum mendapatkan jodoh. Terutama, bagi masyarakat kita yang menilai perempuan sudah berpenghasilan dan terus bekerja. Perempuan ini sulit untuk dijadikan pasangan oleh laki-laki. Mungkin tak banyak laki- laki yang punya kesiapan mental menikahi dia.
Ini barangkali karena kemandirian perempuan tersebut yang didoktrin dalam keluarga. Biasanya ayah-ibunya mengatakan, "Nak, nanti kalau sudah berkeluarga jangan menyusahkan suami. Kamu juga harus kerja." Bahasa ini memang ada bagusnya, tapi juga bisa berbahaya.
Ada anak yang betul-betul menjalankan pesan orang tua dan tidak ingin menjadi perempuan yang tergantung kepada laki-laki. Ia sibuk bekerja dan mandiri secara finansial. Pada akhirnya, dia punya prinsip, laki-laki yang akan menjadi suaminya paling tidak harus selevel dengan dia. Sehingga, ini menjadi hambatan bagi dirinya untuk mendapatkan jodoh.
Pesan orang tua seperti ini memang terkesan lembut supaya anaknya tidak menyusahkan suami. Tetapi, pada akhirnya hal ini menyulitkan anak gadisnya untuk mendapatkan jodoh. Walau ada laki-laki yang sudah siap menikah dengan perempuan ini, tapi karena soal penghasilan yang kurang akhirnya mereka mundur. Banyak kasusnya seperti itu.
Apa yang harus dilakukan saat menanti jodoh?
Di samping memantapkan pemahaman soal jodoh, wanita ini boleh-boleh saja berdandan dan berkomunikasi dalam batasannya. Tentu saja, dandanan yang tidak termasuk dalam kategori tabarruj. Demikian juga komunikasi yang wajar dengan lawan jenisnya dan tidak berkhalwat (ber dua-duaan). Jika dia memahami adab-adab Islami dalam pergaulan, boleh-boleh saja hal itu dilakukan.
Tapi, yang paling inti adalah berdoa. Minta kepada Allah SWT, "Ya Allah, usiaku sudah siap untuk menikah. Datangkanlah jodohku." Utarakan keinginan itu kepada Allah SWT dalam bentuk doa. Demikian pula, katakan juga keinginan itu kepada orang tua atau orang yang menjadi wali kita. Minta tolong untuk dicarikan pendamping hidupnya. Ada tanggung jawab orang tua untuk mencarikan jodoh yang baik untuk anak gadisnya.
Bisa juga, perempuan tersebut datang kepada orang bijak. Entahkah itu gurunya, temannya, senior, atau paman-bibinya. Ini termasuk dalam ikhtiar. Bahkan, jika tersebar informasi di kalangan keluarganya bahwa dia sudah siap untuk menikah, hal itu boleh-boleh saja. Jadi, proaktif seperti itu, jangan hanya diam dan menunggu.
Apa godaan-godaan dalam proses penantian?
Yang utama itu, timbul pikiran-pikiran negatif kepada Allah SWT. Ini sangat berbahaya. Luntur kepercayaannya kepada janji Allah SWT. Kalau sudah berpikir yang negatif, seperti "Jangan- jangan jodoh saya sudah meninggal dunia", "jodoh saya sudah diambil orang lain", dan pikiran buruk lainnya. Bahaya berpikir seperti ini bisa berujung pada putus asa.
Di samping itu, orang yang belum menikah rentan tergoda bahkan terjerumus pada maksiat.
Ingin mendapatkan jodoh malah terjebak pergaulan bebas dari pacaran. Ini akibat dari ke tidak sabaran dalam menjalani proses mencari jodoh.
Wajarkah berputus asa kala jodoh tak kunjung datang?
Harus optimistis, jodohnya pasti akan dipertemukan Allah SWT. Jodoh tidak mengenal usia, tempat, waktu, dan sebagainya. Kalau sudah da tang masanya, jodoh itu akan datang. Kalaulah ada perempuan, misalnya, terbau sedunia, jodohnya pasti ada. Dia dinikahi oleh laki- laki yang rusak hidungnya. Tiba-tiba saja laki-laki yang tidak mengenal aroma ini bertemu dengan perempuan tersebut kemudian tertarik. Mereka menikah dan bahagia. Itu mereka yang punya kekurangan. Bagaimana dengan orang yang tidak punya kekurangan, tentu lebih besar peluangnya.
Bolehkah seorang wanita lebih aktif dalam mencari jodoh?
Tentu saja boleh. Bahkan, jika melihat laki- laki yang saleh agamanya dan baik akhlaknya, bisa disampaikan kepada orang tua, paman atau guru untuk memintanya sebagai suami. Bahkan, di zaman Rasulullah SAW pun ada orang yang langsung berbicara kepada Nabi menawarkan diri sebagai istri.
Contoh Khadijah RA, istri pertama Nabi SAW. Khadijah yang meminta Nabi Muhammad SAW untuk menjadi suaminya. Pernikahan mereka bahagia. Bahkan, setelah Khadijah tiada, Nabi SAW selalu ingat kepadanya. Dalam riwayat, ditemui pula seorang wa-nita yang datang menawarkan diri kepada Rasulullah SAW untuk menjadi istrinya. Wanita yang mendengarnya (putri Anas bin Malik RA)
menyindirnya sebagai wanita yang kurang rasa malunya. Namun, sindiran itu dibantah sang ayah, Anas bin Malik. "Ia lebih baik daripada engkau. Ia menyukai Rasulullah lalu menawarkan dirinya kepada Beliau. Sedangkan engkau tidak bisa berbuat apa-apa." (HR Bukhari, an-Nasai dan Ibnu Majah).
Di samping itu, bagi wanita yang sedang berikhtiar mencari jodoh, berpenampilanlah yang menarik. Tidak harus ber- tabarruj. Di samping itu, bukalah komunikasi.