Jumat 02 Oct 2015 07:26 WIB

Ulama: Hindari Perbedaan yang Menghancurkan Persatuan Umat

Umat muslim melaksanakan shalat Idul Adha 1436 H di di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Kamis (24/9).Republika/Agung Supriyanto
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Umat muslim melaksanakan shalat Idul Adha 1436 H di di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Kamis (24/9).Republika/Agung Supriyanto

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Pimpinan Dayah Babussalam Al Aziziyah Jeunieb, Kabupaten Bireuen Tgk H Muhammad Yusuf Abdul Wahab atau Tu Sop mengingatkan khilafiyah (perbedaan) yang muncul agar tidak melahirkan permusuhan sesama umat Islam, khususnya di Aceh.

"Khilafiyah yang ada selama ini sebaiknya menjadi rahmat untuk saling menguatkan satu dengan lainnya dengan tetap berpegang pada tuntunan Al-Quran dan Sunah Rasulullah SAW," kata Tu Sop saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Banda Aceh, Rabu malam.

Ia mengharapkan, umat Islam di Aceh dalam kehidupannya tidak saling menghancurkan sesama dan terus bisa menjaga persatuan sehingga lahirnya kekuatan agar tidak mudah dikacaukan oleh musuh-musuh Islam yang ingin menciptakan kekacauan dan perpecahan di tengah umat ini.

"Kita tidak ingin perbedaan yang saling menghancurkan. Kita ingin ikhtilafu ummati rahmah. Kita ingin perbedaan yang saling menguatkan. Bagai elemen mobil, berbeda, tapi saling menguatkan," katanya.

Pada pengajian yang membahas tema "Memahami Ahlussunnah Waljamaah" ini, Tu Sop menyerukan umat Islam semua beragama seperti yang dibawa oleh Rasulullah. Semua berada di garis yang lurus, yang membuat perjalanan hidup mati benar-benar ke surga, dan bukan neraka.

"Ma'ana alaihi wa ashhabi. Ini dasar Ahlusunnah wal jamaah. Pertama ikut Rasul. Kemudian, yang paling mengerti dan paling mampu menerjemahkan apa yang dimaksud oleh Rasulullah adalah sahabat. Jadi mengikuti sahabat artinya mengikuti Rasulullah," ujarnya.

Maka, yang namanya Ahlussunnah waljamaah dari generasi awal itu sangat mempertahankan silsilah mata rantai.

Misalnya, lanjut Tu Sop, ada yang pelajari satu ilmu, harus jelas gurunya siapa? Gurunya itu gurunya siapa? Dan gurunya itu siapa lagi gurunya? Hingga ke Rasulullah. Karena kalau lepas dari mata rantai itu, terjadi pemahaman-pemahaman yang berpotensi menyeleweng. Perawi hadist juga seperti itu.

"Ketika orang baca Al-Quran dan Hadits kemudian beda pemahaman, yang beda bukan ayat dan hadits, tapi pemahaman. Maka ada ilmu untuk menguji kebenaran pemahaman tersebut, seperti ushul fiqh," sebut ulama muda Aceh ini.

Tu Sop menekankan kenapa perbedaan yang menghancurkan harus dihindari. Ini tidak baik bagi agama sendiri dan pemeluknya.

"Apa yang terjadi di Timur Tengah jangan sampai terjadi di Asia Tenggara, jangan di Indonesia, dan Aceh. Mari kita tafsirkan Ahlussunnah Waljamaah. Kita harus bedakan personalnya dengan konsepnya. Jangan mengukur Islam lewat muslimnya, apalagi muslim zaman sekarang. Mungkin kalau muslimnya sahabat, iya. Tapi muslim zaman sekarang jangan," harap Tu Sop yang juga Ketua I Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) ini.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement