REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) telah menjadi fenomena sosial di tengah masyarakat. Rita Soebagio dari Aliansi Cinta Keluarga (AILA) menilai masyarakat perlu merangkul orang-orang dengan ketertarikan sesama jenis ini, tanpa mengkompromikannya dengan nilai-nilai agama yang tetap. Pandangan Islam terhadap kelompok LGBT sudah jelas.
"Ketika berbicara tentang LBGT, kita berhadapan dengan suatu gerakan sosial. Bukan person to person. Ada orang yang memiliki same sex attraction (SSA) dan gerakan sosial yang mendukungnya," kata Rita Soebagio dalam Talkshow Holding Hands with LGBT di kampus Universitas Indonesia, Depok, Selasa (22/9) sore.
Bunda Rita menggarisbawahi, kita tidak sedang menumbuhkan kebencian kepada orang per orang. Tidak dipungkiri, ada orang yang mempunyai kecenderungan sesama jenis. Yang ditolak adalah ketika orang-orang ini menampakkan perilaku tersebut di muka umum, membenarkan tindakan mereka, bahkan mempropagandakan LGBT.
Menurut Rita, umat Islam harus mewaspadai gerakan ini. Ada gerakan yang mungkin tidak disadari oleh para SSA sendiri, suatu gerakan didukung oleh dana jutaan dolar. Dengan tuntutan kesetaraan, kelompok LGBT melakukan redefinisi dan dekonstruksi, yang berimbas pada institusi keluarga. Konsep ayah-ibu dirombak sesuai kepentingan kelompok.
Kaum feminis sering berargumen, LGBT sudah lama menjadi bagian dari budaya Indonesia, lewat tradisi bissu, calabai, warok, dan sejenisnya. Menurut Bunda Rita, itu tidak bisa menjadi pembenaran LGBT sudah diterima secara luas di Indonesia. Kendati artikulasi perilaku seksual sejenis bisa didapati dalam budaya daerah, LGBT baru muncul sebagai fenomena sosial dalam masyarakat perkotaan pada abad ke-20.