Ahad 20 Sep 2015 22:17 WIB

Umat Berkemajuan: Umat Islam Laksana Genangan Danau

Umat Islam
Umat Islam

Oleh: Haedar Nashir

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Umat Islam laksana genangan danau, tulis Ziauddin Sardar. Mereka jumlahnya banyak, tetapi kondisi kehidupannya masih jauh dari harapan. Kuantitas memang penting, tetapi harus diimbangi kualitas agar menjadi kekuatan yang unggul selaku umat terbaik di muka bumi. Sebab, dalam garis sunatullah, betapa banyak golongan yang sedikit dapat mengalahkan umat terbanyak.

Wakil Presiden Republik Indonesia Muhammad Jusuf Kalla memberi ilustrasi menarik. Jika ada 100 orang terkaya di negeri ini, sudah dapat dipastikan hanya sekitar 10 orang pengusaha Muslim. Sebaliknya, dari 100 orang miskin, 90 orang tentu orang Islam.

Kondisi sangat timpang ini tidak akan pernah berubah jika tidak dilakukan ikhtiar yang sungguh-sungguh dengan ber bagai langkah produktif yang membawa kemajuan. Islam tidak akan membuahkan peradaban yang unggul manakala umatnya masih lemah.

Peta situasi yang memprihatinkan ini semestinya men jadi bahan perenungan mendalam bagi para pemimpin dan penggerak umat di negeri ini. Ini bukan soal sikap pesimistis tentang masa depan Islam di negeri kepulauan yang alamnya kaya raya ini, tetapi menyangkut pertanggungjawaban objektif dalam merancang bangun umat Islam ke depan.

Sungguh tidak akan ada Islam Indonesia, Islam Nusantara, Islam rahmatan lil `alamin, dan bebagai atribut indah keislaman lainnya manakala kaum Muslim yang jumlahnya mayoritas ini tidak hadir sebagai umat yang berkemajuan.

Islam tidak cukup menjadi ajaran indah minus kerja-kerja yang mencerdaskan, memajukan, dan mencerahkan umatnya. Islam sebagai ajaran memang unggul dan tak tertandingi, tetapi manakala umatnya masih marginal dan lemah, orang hanya akan melihatnya seperti kasur tua.

Para pemimpin Islam saatnya berpijak di bumi nyata untuk membangkitkan potensi umat. Keasyikan dalam wacana-wacana sarat retorika, ritual, dan pentas hanya akan meninabobokan diri dalam panggung utopia. Bak burung merak mengepak-ngepakkan sayapnya nan indah, tetapi tak ada makanan di sekitarnya.

Apalagi, jika di antara tokoh umat itu sibuk berpolemik yang menyebar benih konflik sesama. Parodi tetap terjadi. Ketika para pemimpin gemar mem - bang gakan jumlah umat yang besar dan tebar pesona.

Sementara, umat yang mayoritas tetap hidup miskin, tidak terdidik, dan marginal. Umat seperti itu laksa na buih. Nasibnya tak berubah secara nyata dan kalah oleh umat lain yang berkemajuan. Maka, ibda binafsika, jika ingin maju, mulailah dari diri sendiri. Bersambung..

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement