Kamis 10 Sep 2015 14:16 WIB

Kisah Sahabat Hijrah ke Madinah

Hijrah
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Hijrah

Oleh: fariq Ghasim Anuz

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umar bin Khatab hijrah ke Madinah bersama 20 orang sahabat lainnya. Salah satu di antaranya teman Umar, Iyash bin Rabiah. Sedangkan, teman Umar lainnya, Hisyam bin Ash, berhalangan hijrah.

Tatkala memasuki Madinah, mereka singgah di perkampungan Bani Amru bin Auf di daerah Quba. Sementara, Abu Jahal dan Harits bin Hisyam menyusul Iyash bin Rabi'ah, saudara sepupu mereka sekaligus saudara seibu. Abu Jahal  berkata, "Wahai Iyash, ibumu telah bersumpah tidak akan menyisir rambutnya dan tidak akan berteduh dari terik matahari sampai ia melihatmu."

Mendengar ibunya tidak mau mandi dan selalu berjemur di terik matahari, Iyash merasa kasihan terhadap ibunya. Umar mencoba untuk menenangkan Iyash dan meyakinkannya bahwa ibunya pasti akan mandi dan mesti berteduh dari terik matahari jika Iyash tidak pulang.

Tetapi, Iyash yang sangat dekat dengan ibunya terpengaruh dengan bujuk rayuan Abu Jahal dan Harits. Iyash berkata, "Saya akan menemui ibuku. Saya juga masih punya harta yang tertinggal di Makkah dan saya akan mengambilnya dulu, setelah itu saya bisa kembali ke Madinah."

Umar khawatir kalau sahabatnya itu akan menjadi murtad karena tidak kuat menghadapi tekanan dari ibu dan kerabatnya. Umar ingin membagi setengah hartanya untuk Iyash asalkan tidak pulang ke Makkah. Iyash menolak tawaran Umar dan tetap memutuskan untuk pulang ke Makkah bersama Abu Jahal.

Umar berujar, "Bila Anda bersikeras untuk kembali ke Makkah, gunakanlah untaku ini! Untaku ini sangat kuat, insya Allah." Iyash akhirnya kembali ke Makkah bersama Abu Jahal dan Harits.

Umar berkata, "Dulu kami berpandangan, Allah tidak akan memaafkan perbuatan Iyash dan Hisyam. Allah tidak akan menerima tobat mereka yang telah mengenal Allah lalu tidak berhijrah dan kembali kepada kekufuran karena tidak kuat menghadapi ujian."

Hisyam bin Ash juga mengira bahwa Allah tidak akan mengampuni dosanya akibat tidak berangkat hijrah dan kembali pada kekufuran. Umar berkata, "Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah sampai di Madinah, Allah SWT menurunkan sebuah ayat tentang perkataan kami dan perkataan mereka tentang sikap mereka, yaitu (yang artinya):

"Katakanlah, 'Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kalian kepada Rabbmu dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepada kalian kemudian kalian tidak dapat ditolong. Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepada kalian (Alquran) dari Rabb kalian sebelum datang azab kepada kalian secara mendadak, sedang kalian tidak menyadarinya.'" (QS az-Zumar [39]: 53-55)

Umar mengatakan, "Lalu aku menulis firman Allah tersebut di atas secarik kertas dan aku kirimkan kepada Hisyam bin Ash." Hisyam berkata, "Setelah surat Umar itu sampai ke tangan saya, saya membacanya di Dzi Thuwa (nama sebuah lembah di Makkah), saya naik ke puncak bukit sambil membawa surat tersebut. Saya terus membacanya berkali-kali, tapi masih saja saya belum dapat memahaminya. Hingga akhirnya saya berdoa, "Wahai Allah, pahamkanlah aku tentangnya."

"Lalu Allah pun memberikan pemahaman ke dalam dadaku bahwa ayat ini tentang ucapan kami, tentang diri kami, dan pendapat yang diarahkan kepada kami. Aku kemudian menghampiri untaku. Aku naiki dan segera menyusul Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam ke Madinah."

Doktor Nabil Al Awadhi menceritakan bahwa akhirnya Hisyam bin Ash dan Iyash bin Rabi'ah berangkat kembali hijrah ke Madinah untuk membuka kembali lembaran hidup mereka yang baru bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, Umar bin Khatab, dan sahabat-sahabat lainnya radhiallahu anhum ajma'in. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement